Baca juga: Malaikat Mu’aqibat, Inilah Malaikat Para Penjaga Manusia
Tidak jarang saat ditawari tempat makan yang akan dikunjungi, sadar atau tidak kita telah mengomentari makanan pada tempat-tempat tersebut. “Duh, jangan di resto ini deh, dagingnya kurang empuk”, “Eh, jangan di sana ah, kuah kaldunya kurang terasa,” dan komentar-komentar lainnya, yang cenderung bersifat celaan. Contoh-contoh seperti ini sangat akrab dalam kehidupan kita, bahkan dianggap lumrah dan biasa .
Sebenarnya, menikmati makanan yang dimiliki adalah bagian dari bentuk syukur nikmat atas rezeki yang Allah berikan. Menurut Ustadz Fajar Jaganagara, dai yang rajin menulis di laman dakwah ini, menyebutkan, dengan tidak mengomentari dengan celaan atas makanan adalah wujud beryukur atas nikmat yang masih diberikan.
Baca juga: Ternyata, Penghuni Kubur pun Menanti-nantikan Kiriman Doa
Adalah akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam soal makanan begitu menakjubkan. Banyak riwayat kesaksian para sahabat bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi was allam adalah pribadi yang begitu sederhana dalam hal makanan.
Bahkan beliau cenderung lebih sering kelaparan dan kekurangan. Seperti yang dituturkan oleh ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan kondisi rumah tangga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ طَعَامِ الْبُرِّ ثَلَاثَ لَيَالٍ تِبَاعًا حَتَّى قُبِضَ
“Tidak pernah keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan kenyang sejak tiba di Madinah dari makan gandum untuk tiga hari berturut-turut hingga beliau wafat.” (HR.Bukhari)