Baca juga: Salat Maghrib di Masjid Ramlie Musthofa, Anies Kagum Keindahan dan Sejarahnya
Firman Allah yang dimaksud Haedar adalah:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al-Taubah ayat 18)
Menurut Haedar, fungsi masjid selain menjernihkan hati untuk hablu min Allah dan wiqayat al-nas, tetapi juga berperan penting dalam upaya tanwir al-fikr, mencerahkan akal budi.
“Masjid al-Muttaqin ini masjid yang ramah difabel, artinya ini masjid yang berkemajuan. Dan di masjid itu diajari pikiran-pikiran yang cerah, cerdas, dan memajukan,” ungkap Guru Besar Universitas Muhammadiyah ini.
Dalam kondisi pandemi , masjid memang harus menyesuaikan dengan situasi. Haedar mengingatkan kembali arti penting Fatwa Tarjih ihwal ibadah dalam keadaan darurat wabah. Kedaruratan merupakan prinsip hukum Islam yang dapat mengubah dalam tempo tertentu sesuatu yang haram dapat dihukumi halal, atau sebaliiknya.
“Apa yang kita cegah? Yaitu supaya kita tidak tambah darurat, tujuannya untuk hifdz al-nafs, menjaga jiwa. Jadi bukan berarti kita menjauhi masjid, sebab persoalannya bukan masjid dan tidak masjid, melainkan meniadakan kontak fisik dan interaksi. Poinnya di situ,” ujar Haedar.