Niat puasa Ramadhan merupakan keinginan untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Niat sendiri adalah hal yang sangat mendasar dalam setiap ibadah, termasuk dalam puasa. Semua ulama sepakat, tanpa niat puasa Ramadhan, maka puasa Ramadhan menjadi tidak sah.Menurut Imam An Nawawi, secara bahasa, niat dalam bahasa Arab berarti mengingini sesuatu atau bertekad untuk mendapatkannya. Sedangkan Imam Al Baidhawi menjelaskan bahwa
niat adalah dorongan hati untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan.
Baca juga: Perbedaan Cara Niat Puasa Menurut Ulama 4 Mazhab
Prof Dr Wahbah Az Zuhaili dalamFiqih Islam wa Adillatuhumenjelaskan bahwa menurut istilah syara’, niat adalah tekad hati untuk melakukan amalan fardhu atau yang lain. Menurutnya, semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Niat dengan hanya mengucapkan di lisan belumlah cukup. Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus melafadzkan niat. Namun menurut jumhur ulama selain mazhab Maliki, hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat.
Sedangkan menurut madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafadzkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kapan Harus Berniat Puasa Ramadhan
Niat puasa , menurut Prof Dr Wahbah Az Zuhaili, maknanya adalah keinginan secara umum(al iradah al kulliyah). Sehingga niat dari malam hari tetap sah dan niat tidak disyaratkan harus berbarengan dengan terbitnya fajar.
Bahkan menurut mazhab Syafi’i, niat puasa Ramadhan berbarengan dengan terbitnya fajar tidak sah. Karena sulitnya menepatkan niat puasa menjelang terbitnya fajar, maka niat puasa Ramadhan boleh dilakukan pada malam hari, boleh pula pada waktu sahur. Yang tidak boleh jika niat dilakukan setelah terbitnya fajar. Berbeda dengan puasa sunnah yang niatnya boleh pada pagi hari.
Syaikh Abdurrahman Al Juzairi dalam Fikih Empat Mazhab menjelaskan, menurut mazhab Syafi’i, Hanbali dan Hanafi, niat puasa Ramadhan harus diperbarui setiap hari puasa, pada malam hari sebelum tiba waktu fajar. Sedangkan menurut madzhab Maliki, niat puasa Ramadhan cukup dilakukan sekali di awal asalkan tidak terpotong sakit atau safar yang mengakibatkan tidak puasa.
Menurut madzhab Syafi’i, niat puasa Ramadhan tidak bisa diwakili dengan makan sesuatu pada saat sahur. Kecuali jika saat makan sahur terbetik dalam pikirannya bahwa besok akan berpuasa. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, niat puasa Ramadhan bisa diwakili dengan makan sahur. Kecuali jika saat makan itu berniat bukan untuk berpuasa.
Baca juga:Jadwal Imsakiyah Surabaya