Baca juga: Dabbah Binatang yang Keluar Jelang Kiamat, Ini Pendapat Gus Baha
Menangani kemungkaran hendaknya dengan cara yang baik, yang ma’ruf, dan tidak menimbulkan kerusakan baru. “Tidak seperti ekstremis,” ujar ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Qur’an ini seperti diunggah kanal Santri Gayeng di jaringan YouTube.
Gus Baha menjelaskan bahwa dalam fiqih terdapat kaidah dar’ul mafaasid muqaddamun ‘ala jalbil-masaalih, artinya kurang lebih adalah menghindarkan kerusakan itu lebih didahulukan daripada mengejar kemaslahatan. “Ini merupakan prinsip yang perlu kita pegang pertama kali,” pesannya.
Bayangkan, Gus Baha memberikan ilustrasi, jika kita berjalan bersama anak istri, atau berjalan sendiri tapi di rumah punya keluarga yang harus kita nafkahi. Kemudian melihat orang mabuk-mabukan di tengah jalan. Sementara kita tahu orang mabuk itu adalah seorang muslim. Kita juga tahu, orangtua pemabuk itu adalah orang yang saleh.
Dosa pemabuk ini semula hanyalah dosa mabuk. “Namun, jika kemudian kita mengingatkan di tempat saat dia sedang mabuk, sehingga terjadi perkelahian dan kita terbunuh, madharatnya malah justru akan lebih besar daripada dosa mabuk. Yaitu dosa membunuh bagi orang itu. Selain itu, madharat yang terjadi adalah kesedihan dari orangtuanya yang sebenarnya saleh. Sudah mabuk, ditambah terjadi perkelahian dan sampai membunuh,” tutur Gus Baha.
Baca juga: Nasihat Gus Baha Kepada Teroris: Nabi tak Menghendaki Umatnya Masuk Neraka
Menurut Gus Baha, jika kita berkelahi dan kemudian terbunuh, misalnya, kita juga akan jadi orang yang disalahkan oleh syariat. Kenapa? Karena yang tadinya jadi tulang punggung keluarga, malah nafkah keluarga justru akan terbengkalai.
“Dengan ilustrasi ini terlihat, melakukan nahi munkar juga berpotensi menimbulkan risiko, yang tidak hanya pada diri sendiri, tapi juga kepada orang tua si pemabuk itu dan keluarga kita,” katanya. “Jika situasinya demikian, kita wajib tidak nahi munkar, ” ujar Gus Baha sembari mengingatkan bahwa wajib tidak nahi munkar berbeda dengan tidak wajib nahi munkar.