Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan dan Founder Ekslensia Tahfizh School
Tahukah kita salah satu metode belajar terbaik para Nabi? Sayangnya, metode belajar ini semakin hilang dari pendidikan kita, baik pendidikan di rumah, sekolah, pesantren, maupun masyarakat. Akibatnya, pendidikan memang memproduksi manusia-manusia cerdas, namun hampa iman dan adab. Ilmunya berhenti sampai kepalanya (tsaqafah), tidak sampai menembus hatinya (hikmah).
Saya ingin memulai diskusi kita dengan mengutip salah satu ayat Al-Qur’an favorit saya. Biasanya saya menginsyafi ayat ini saat jelang tidur, membuka pintu rumah dan menatap langit lepas nan damai atau ketika turun hujan lebat disertai petir menggelegar.
Baca Juga: Teladan Indah Rasulullah Ketika Mengoreksi Sahabat
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali Imran [3]: 190-191)
Bila ayat di atas disederhanakan dengan satu kata, maka kata yang mewakili adalah tafakur. Tafakur berbeda dengan tadabur. Tadabur objeknya adalah teks, yakni ayat Al-Qur’an (ayat qauliyah). Sedang, tafakur objeknya adalah semesta (ayat kauniyah). Bila kita mencermati Al-Qur’an, maka begitu banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang semesta. Bahkan, jauh lebih banyak dibandingkan dengan ayat-ayat tentang hukum dan ibadah.
Kemudian, bila kita telisik lebih dalam, setiapkali Al-Qur’an menerangkan tentang kompleksitas alam semesta namun berjalan serasi dan seimbang, maka diujungnya mesti ditutup dengan pesan terpenting, yaitu iman kepada Allah. Bahwa, itu semua tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Bahwa, Allah-lah pencipta dan pengendali semesta jagad raya ini. Hanya Allah. Esa.
Inilah tafakur. Mengamati semesta jagad raya dan semua yang ada di dalamnya sampai merasakan dalam hati kebesaran dan kekuasaan Allah. Mengamati langit, bulan, bintang, matahari, pepohonan, buah-buahan, binatang, gunung, laut, hujan, petir, termasuk merenungkan diri sendiri. Inilah metode yang diajarkan Allah kepada para nabi-Nya.
Maka, kita mengenal para Nabi itu ahli tafakur. Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Yahya, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ahli tafakur. Bahkan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menjadi ahli tafakur sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul.