Pembebasan Mekkah (Fathu Makkah) merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadhan 8 H. Nabi Rasulullah SAW beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Tanah Suci itu secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikitpun.
Baca juga: Kisah Rasulullah Saat Hadapi Makanan yang Tak Disukai
Muhammad Husain Haikal dalam “Sejarah Hidup Muhammad” menceritakan Pasukan ini bergerak dalam suatu jumlah yang belum pernah dialami oleh kota Madinah . Mereka terdiri dan kabilah-kabilah Sulaim, Muzaina, Ghatafan dan yang lain, yang telah menggabungkan diri, baik kepada Muhajirin atau pun kepada Anshar . Mereka berangkat bersama-sama dengan mengenakan pakaian besi. Mereka melingkar ke tengah-tengah padang sahara yang membentang luas itu, sehingga apabila kemah-kemah mereka sudah dikembangkan, tertutup belaka oleh debu pasir sahara itu; sehingga karenanya orang takkan dapat melihatnya.
Mereka yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan gerak cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut menggabungkan diri, yang berarti menambah jumlah dan menambah kekuatan pula. Semua mereka berangkat dengan kalbu yang penuh iman, bahwa dengan pertolongan Allah mereka akan mendapat kemenangan.
Perjalanan ini dipimpin oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW) dengan pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci tanpa akan mengalirkan darah setetes sekalipun.
Bila pasukan ini sudah sampai di Marr’z-Zahran dan jumlah anggota pasukan sudah mencapai sepuluh ribu orang, pihak Quraisy belum juga mendapat berita. Mereka masih dalam silang-sengketa, bagaimana caranya akan menangkis serangan dari Rasulullah.
Baca juga: Kisah Rasulullah dan Perempuan Tua yang Membenci Beliau
Oleh Abbas bin ‘Abd’l-Muttalib, paman Nabi, ditinggalkannya mereka itu dalam perdebatan dan dia sendiri sekeluarga berangkat menemui Rasulullah di Juhfa. Boleh jadi sudah ada orang-orang dari Banu Hasyim yang sudah menerima berita atau semacam berita tentang kebenaran Nabi. Lalu mereka bermaksud menggabungkan diri tanpa akan mendapat sesuatu gangguan.
Di samping Abbas, yang juga berangkat menyongsong ialah Abu Sufyan bin’l-Harith bin ‘Abd’l-Muttalib, sepupu Nabi, Abdullah bin Abi Umayya bin’l-Mughira, anak bibinya. Mereka menggabungkan diri dengan pasukan Muslimin di Niq’l-‘Uqabin. Mereka berdua minta izin akan menemui Nabi, tapi Nabi menolak.
Keterangan ini disampaikan kepada Abu Sufyan, dan dia berkata: “Demi Allah, bagiku hanyalah aku ingin diizinkan bertemu, atau, dengan bantuan anakku ini, kami akan pergi ke mana saja, sampai kami mati kehausan dan kelaparan.”