Dalam buku “Kisah Karomah Wali Allah” karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani diceritakan, Sumnun adalah sahabat Imam Sari as-Saqathi dan tokoh sufi semasa dengan Imam Junaid Al-Baghdadi.
Beliau dijukluki Sang Pencita (walaupun beliau sendiri menjuluki dirinya sebagai Sumnun Pendusta). Sumnun mempunyai sebuah doktrin yang istimewa mengenai cinta. Doktrin ini lebih diutamakannya daripada doktrin mistik. Jadi berlawanan sekali dengan pandangan mayoritas tokoh-tokoh sufi.
Ketika Sumnun memberi ceramah mengenai cinta, dari angkasa meluncurlah seekor burung dan hinggap di atas kepalanya, kemudian pindah ke tangannya dan setelah itu ke dadanya. Dan dari dada Sumnun burung itu meloncat ke atas tanah, paruhnya dipatuk-patukkan dengan keras ke tanah sehingga mengeluarkan darah. Sesaat kemudian burung itu kehabisan tenaga dan mati.
Ketika Sumnun pergi ke Hijaz, orang-orang Faid mengundangnya untuk menyampaikan ceramah. Sumnun naik ke atas mimbar hendak berkhutbah ternyata tak seorang pun yang mendengarkannya. Maka perpalinglah ia kepada lampu-lampu di dalam masjid dan berkata: “Aku akan memberikan pengajaran kepada kalian mengenai cinta.” Seketika itu lampu-lampu saling berbenturan dan hancur berantakan.
Dikisahkan, suatu hari Sumnun menikah dan dikaruniai seorang puteri. Ketika puterinya berusia tiga tahun, Sumnun sangat menyayanginya. Dan suatu malam Sumnun bermimpi dan dalam mimpinya ia menyaksikan dirinya telah berada pada Hari Berbangkit. Beliau menyaksikan setiap golongan ditegakkan sebuah panji. Salah satu di antara panji-panji itu sedemikian gemerlapnya sehingga menerangi padang-padang surgawi.
“Golongan apakah yang memiliki panji ini?” tanya Sumnun.
Kemudian ada yang berkata: “Golongan yang dikatakan Allah. Dia mencintai mereka dan mereka mencintai Dia (maksudnya golongan pencinta).”