[ad_1]
Santri memiliki pandangan bahwa mengikuti perintah kiai dan keluarganya akan memberikan keberkahan untuknya. Apapun yang diperintahkan kiai kepadanya, selagi bukan soal kemaksiatan, tentu akan dipatuhi dengan sepenuh hati.
Jumadi yang tengah senggang diminta Ibu Nyainya untuk membeli sejumlah bumbu masak. Beberapa memang sudah tinggal sedikit, tidak cukup untuk memasak sayur makan siang penghuni pesantren.
“Cepat ya. Bawa sepeda biar lekas sampai,” ujar Ibu Nyainya sembari menyerahkan sejumlah uang.
Jumadi lekas mengambil sepeda di bagian belakang rumah kiainya. Lalu berjalan menuju warung yang menjual bumbu-bumbu masakan yang dipesan Ibu Nyainya.
Ibu Nyainya pun menunggu cukup lama. Mestinya, jika menuju ke warung dengan sepeda, tentu tidak akan selama itu. Ibu nyai tetap berprasangka baik, barangkali di sana mengantri.
Penantian yang terasa panjang itu pun berakhir. Jumadi datang dengan sepeda inventaris pesantren. Namun, kedatangan Jumadi mengirim sinyal keanehan kepada Bu Nyai. Rasanya, ada yang ganjil.
Saat Jumadi menyerahkan belanjaannya, Bu Nyai pun bertanya. “Kok sepedanya dituntun, apa bannya bocor?”
“Nggak, Ibu.”
“Lah, terus?”
“Saya gak bisa naik sepeda.” (Syakir NF)
[ad_2]
Berita Selengkapnya