Adapun manusia diperintahkan untuk ikhtiar (berusaha), mengenai hasilnya kita harus menyerahkannya kepada Allah. Inilah konsep tawakkal yang diajarkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Baca Juga: Kisah Imam Malik dan Imam Syafi’i Tertawa Menyikapi Rezeki
Berikut pesan Nabi tentang hakikat tawakkal yang sesungguhnya. Dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. la pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Tirmidzi No 2344)
Abu “Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.Hadits ini sekaligus menunjukkan bahwa yang disebut tawakkal berarti melakukan usaha dan perbuatan. Bukan hanya sekadar menyandarkan hati pada Allah, sebab burung saja pergi di pagi hari untuk mengais rezeki. Maka tentu manusia yang berakal tentu melakukan usaha, bukan bertopang dagu menunggu rezeki turun dari langit.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menjelaskan, tidaklah hewan melata di muka bumi melainkan Allah yang beri rezeki, lantas beliau berkata, “Bukanlah yang dimaksud meninggalkan sebab lalu berpangku tangan pada makhluk lain supaya bisa mendapatkan rezeki. Sikap malas-malasan seperti ini yang enggan berusaha bertolak belakang dengan maksud tawakkal.
Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seseorang yang cuma mau duduk-duduk saja di rumahnya atau hanya berdiam di masjid sambil berkata, ‘Aku tidak mau bekerja sedikit pun dan hanya mau menunggu sampai rezekiku datang’.