Cara Islam Menyikapi Kesetaraan Gender Antara Perempuan – Bagyanews.com
Connect with us

Headline

Cara Islam Menyikapi Kesetaraan Gender Antara Perempuan

Published

on

Cara Islam Menyikapi Kesetaraan Gender Antara Perempuan

[ad_1]

BagyaNews.comIslam juga sangat mendukung adanya kesetaraan gender, contohnya saja kewajiban perempuan untuk menuntut ilmu.

Kesetaraan gender laki-laki dan perempuan saat ini menjadi isu penting di belahan bumi manapun. Tuntutan persamaan derajat antara perempuan dan laki-laki tidak hanya meliputi hak dan kewajiban, tetapi juga meliputi berbagai aspek kemanusiaan lainnya.

Gender sendiri adalah keadaan dimana laki-laki dan perempuan berada dalam kondisi dan status yang sama untuk merealisasikan hak asasinya dan sama-sama berpotensi menyumbang kemajuan pembangunan. Kesetaraan gender muncul dikarenakan ketidakpuasan perlakuan terhadap perempuan. Hal ini bukan tanpa alasan, perempuan yang merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup besar bahkan melebihi jumlah laki-laki berada sangat jauh dari laki-laki dalam hal partisipasinya di sektor publik.

Jauh sebelum Islam datang, pandangan terhadap perempuan sangatlah negatif. Bahkan, mereka dianggap hina pada waktu itu. Sebagaimana yang terjadi pada zaman Yunani Kuno, ketika hidup filosof-filosof kenamaan semacam Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), dan Demosthenes (384-322 SM ), martabat perempuan dalam pandangan mereka sungguh rendah. Perempuan hanya dianggap sebagai alat produksi anak dan semacam pembatu rumah tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki sehingga perzinaan sangat merajalela.

Demosthenes (384-322 SM ) berpendapat bahwa istri hanya berfungsi melahirkan anak, filosof Aristoteles menganggap perempuan sederajat dengan hamba sahaya, sedangkan Plato menilai kehormatan lelaki pada kemampuannya melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana atau hina sambil terdiam tanpa bicara.

Sejarah telah mencatat betapa perempuan ditempatkan sebagai manusia kelas dua. Dalam masyarakat Yunani, perempuan diposisikan sebagai makhluk yang rendah, yakni sebagai budak dan pemuas nafsu syahwat semata.

Potret Ketidaksamaan Kesetaraan Gender

Secara umum, para perempuan tidak menikmati kebebasan layaknya kaum laki-laki. Di dunia Islam kontemporer, situasi tersebut mengacu pada paham Wahabisme yang mengembangkan ajaran Islam yang cenderung mengekang kaum perempuan. Khaled Abou el Fadl dalam Speaking in God’s Name menjelaskan secara gamblang bagaimana pengekangan terhadap perempuan yang sebenarnya karena faktor budaya patriakhal yang dibalut sedemikian rupa dengan diktum dan adagium keagamaan.

Negara-negara yang melakukan pengekangan terhadap perempuan, seperti Arab Saudi menerapkan interpretasi hukum Islam yang ketat, yang memandang pemisahan peran berdasarkan jenis kelamin dan kuasa laki-laki sebagai sesuatu yang vital dalam menjaga moral masyarakat Islam.

Tak hanya itu, mereka melihat kaum wanita lewat kacamata hitam pekat sehingga wanita dilihat bagaikan kuman, penyakit dan kejahatan di dunia. Bahkan orang-orang yang pesimistis menganggap bahwa ilmu yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang sesat dan meluruskan orang yang bengkok dianggap tidak berguna bagi kaum wanita. Ada di antara mereka yang berpendapat bahwa wanita hanya cukup belajar menulis. Menurut mereka, bagaimana pun ular dapat menularkan racun. Lebih dari itu, mereka memikulkan ke atas pundak wanita beban penderitaan yang telah dan akan dialami umat manusia sejak Adam diciptakan sampai kiamat nanti. Menurut keyakinan mereka, wanitalah yang telah merayu Adam agar memakan buah (pohon yang ada di surga) dan melanggar apa yang ditetapkan Allah, sehingga Adam beserta anak cucunya dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi hingga mereka merasakan pahit getirnya kehidupan.

Banyak pemikiran keliru mengenai wanita menyusup ke dalam benak umat Islam sehingga mereka senantiasa memiliki persepsi negatif terhadap watak dan peran wanita.

Persepsi tersebut diiringi dengan perlakuan yang tidak baik terhadap kaum wanita. Karenanya, mereka digolongkan sebagai kaum yang telah melangkahi hukum-hukum Allah. Mereka digolongkan ke dalam kaum yang menzalimi diri wanita sekaligus dirinya sendiri. Hal itu sering terjadi pada zaman keterbelakangan ketika umat Islam sudah jauh dari tuntunan Nabi saw, sikap pertengahan Islam, serta manhaj generasi salaf yang mudah dan seimbang.

Islam Memandang Kesetaraan Gender

Sejauh ini, tafsir atas teks agama Islam tak lepas dari kritik pegiat kesetaraan gender. Agaknya, sejarah dan pandangan patriakri yang mengutamakan laki-laki atas perempuan telah menimbulkan bias dalam tafsir agama. Hal ini menyebabkan dijumpainya pandangan dan aturan yang mengabaikan hak-hak dan karakteristik khusus yang dimiliki perempuan.

Dalam buku “Tafsir Wanita : Penjelasan Terlengkap tentang Wanita dalam Al-Quran.”, terjemahan kitab tafsir karya Syekh Imad Zaki Al-Barudi dengan judul asli Tafsir Al-Quran Al-Adzhim li An-Nisa’, sang penulis kitab mengemukakan beberapa perkara tentang kesamaan kaum wanita dan kaum pria. Di antaranya, kesamaan dalam hal asal-muasal penciptaannya, kesamaan dalam menerima kewajiban dan ganjaran, kesamaan dalam hal kemerdekaan melakukan usaha, dan lain sebagainya.

Di dalam mukaddimah buku yang ditulis oleh Syekh Imad Zaki Al-Barudi, beliau menjelaskan bahwa sesungguhnya persoalan itu telah diterangkan oleh Rasulullah dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yang artinya : “Sesungguhnya peremuan itu adalah saudara sekandung laki-laki.”

Berdasarkan pada kesamaan persaudaraan ini, menurut Syekh Imam Amad, maka pada dasarnya setiap apapun yang ditetapkan sebagai hukum bagi kaum pria, juga berlaku sepenuhnya bagi kaum wanita. Kecuali jika ada keterangan dari nas syariat yang menerangkan tentang kekhususannya, maka teks-teks nash itulah yang menjadi pengecualian dari hadits diatas.

Alquran juga telah memberikan porsi secara benar mengenai hak-hak kaum wanita. Selain itu, pedoman umat islam ini juga membicarakan kesamaan antara wanita dan pria di hadapan Allah, khususnya dalam hal perolehan pahala dari amal-amal shalehnya. Alquran membawa sebuah revolusi paling besar dalam pemberian martabat paling terhormat kepada wanita. Menurut dia, wanita dalam islam adalah sosok terhormat dengan hak-hak istimewa.

Islam juga sangat mendukung adanya kesetaraan gender, contohnya saja kewajiban perempuan untuk menuntut ilmu. Hal ini berdasarkan apresisasi alquran terhadap ilmu pengetahuan yang dimulai dari betapa seringnya alquran menyebutkan kata “‘ilm” yang berarti pengetahuan dengan segala derivasinya yang mencapai lebih dari 800-kali. Hal ini pun berdasarkan firman Allah dalam alquran surah al-‘alaq ayat 1-5 dan beberapa kontek ayat lainnya dalam alquran. Begitupula dengan aktivitas lainnya, semisal olahraga, tetntunya harus tetap memperhatikan norma agama; khususnya dari segi pakaian dan penampilannya, juga jenis olahraga yang diminatinya. Kemudian perempuan dengan kesenian, memang terdapat khilafiyah mengenai aktivitas perempuan dalam bidang kesenian khususnya seni suara, hanya saja dalam konteks ini dapat kita nyatakan bahwa pada dasarnya islam tidak melarang seseorang, termasuk peremupan  untuk mengekspresikan talenta seninya seperti menyanyi, sepanjang dengan tujuan dan cara yang tidak melanggar syariat. Misal tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa cinta kepada rasulullah, yang mendorong orang semakin semangat beramal sholeh dan sebagainya.

Begitupula dalam hal kepemimpinan, seorang perempuan (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya dan terhadap anak-anaknya. Bukannya islam membatasi terhadap kepemimpinan seorang perempuan hanya pada lingkup keluarganya saja, akan tetapi islam sebagai agama kasih sayang menginginkan kemaslahatan bagi para pemeluknya dengan menjadikan seorang laki-laki sebagai pemimpin tertinggi seperti halnya presiden. Karna akan lebih maslahat bagi suatu bangsa atau negara apabila kepala negara/kepala daerahnya adalah seorang laki-laki yang memiliki kesehatan jasmani yang prima, dan didukung dengan kejujuran, keadilan, berpihak kepada kepentingan masyarakat, visioner, dan memiliki keluasan ilmu pengetahuan. Bukannya seorang perempuan yang kekuatan jasmaninya lemah. Oleh karena itu, kepemimpinan perempuan hanya sebatas pada harta dan anak-anak suaminya saja.

Artikel “Cara Islam Menyikapi Kesetaraan Gender Antara Perempuan dan Laki-Laki” ini adalah kiriman dari Tsaqifa Aulya Afifah, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

[ad_2]

Sumber Berita harakah.id

#Cara #Islam #Menyikapi #Kesetaraan #Gender #Antara #Perempuan

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved