Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan dan Niatnya (1) – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan dan Niatnya (1)

Published

on

Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan dan Niatnya (1)

[ad_1]

loading…

Bulan Ramadhan adalah bulan terbaik sepanjang tahun, bulan penuh keberkahan, bulan yang di dalamnya Allah melipatgandakan segala kebaikan. Kata puasa berasal dari kata “shaum” atau “shiyam” yang berarti menahan.

Di dalam Al-Qur’an, kata “shaum” menunjukkan makna lebih umum ketimbang “shaum” yang justru sering digunakan untuk menunjukkan makna yang lebih khusus, yaitu berpuasa dengan menahan makan dan minum. Ramadhan adalah bulan yang didalamnya ummat Islam diwajibkan untuk berpuasa, sebaimana pesan Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Baca Juga: Ramadhan Tinggal 14 Hari, Begini Cara Habib Abdullah Bin Husein Menyambutnya

Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan
Pengajar Rumah Fiqih Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir dalam bukunya “Bekal Ramadhan & Idul Fithri (1): Menyambut Ramadhan” mengungkap sejarah disyariatkannya puasa Ramadhan. Menukil Imam At-Thobari dalam Jami’ Al-Bayan menuliskan bahwa Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم datang ke Makkah, maka puasa yang dilakukan oleh beliau adalah puasa Asyuro dan puasa tiga hari setiap bulannya. Hingga akhirnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dengan menurunkan ayat di atas (Al-Baqarah: 183)

Kemudian Allah menurunkan ayat berikutnya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 184)

Kata Ustaz Muhammad Saiyid, pada awalnya siapa saja yang ingin berpuasa maka ia boleh berpuasa. Dan siapa saja yang ingin berbuka maka dia boleh berbuka dan cukup menggantinya dengan memberi makan orang miskin. Namun pada akhirnya Allah mewajibkan kepada seluruh yang ummat yang sehat dan tidak dalam perjalanan untuk berpuasa, tidak ada pilihan untuk berbuka.

Dan untuk mereka yang sudah lanjut usia tetap diberikan keringanan boleh berbuka dengan syarat tetap memberikan makan fakir miskin, maka turunlah ayat yang artinya: “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”

[ad_2]

Berita Selengkapnya

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved