Ketika mengetahui Menteri Mesir mengembalikan harta yang seharusnya ditukar dengan persediaan makanan, para saudara Nabi Yusuf memohon kepada Nabi Ya’qub untuk memberi izin membawa Bunyamin ke Mesir. Dalam surat Yusuf ayat 65-66, Allah SWT berfirman:
وَلَمَّا فَتَحُوا مَتَاعَهُمْ وَجَدُوا بِضَاعَتَهُمْ رُدَّتْ إِلَيْهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَذِهِ بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا وَنَمِيرُ أَهْلَنَا وَنَحْفَظُ أَخَانَا وَنَزْدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ () قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلَّا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ
Walammaa fatahuu mataa’ahum wajaduu bidha’atahum ruddat ilaihim qaaluu yaa abaanaa maa nabghii haadzihi bidhaa’atunaa ruddat ilainaa wanamiiru ahlanaa wanahfadhu akhaanaa wanazdaadu kaila ba’iiring dzalika kailuy yasiir. Qaala lan ursilahu ma’akum hattaa tu’tuuni mautsiqam minallahi lata’tunnanii bihi illaa any yuhaatha bikum falamma aatauhu mautsiqahum qaalallahu ‘alaa maa naquulu wakiil.
Artinya:
“Tatkala mereka membuka barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kami dapat memberi makan keluarga kami. Dan kami dapat memelihara saudara kami. Dan kami mendapat tambahan persedian makanan seberat beban seekor unta. Itu adalah persediaan makanan yang mudah.’ Ya’qub berkata, ‘Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali. Kecuali jika kamu dikepung musuh.’ Tatkala mereka memberikan janji mereka, Maka Ya’qub berkata, ‘Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini).’” (Surat Yusuf ayat 65-66).
Saudara Nabi Yusuf tidak mengiri bahwa harta yang sedianya mereka tukar dengan persediaan makanan ternyata dibawa pulang kembali. Hal itu baru diketahui setelah mereka menyampaikan permohonan kepada sang ayah agar memberi izin membawa Bunyamin ke Mesir. Keinginan mereka semakin kuat setelah melihat harta dikembalikan. Mereka berkata, apalagi alasan untuk menolak membawa Bunyami ke Mesir? Bukankah Menteri Mesir sosok yang sangat baik hati? Kalau memang membawa Bunyamin dapat membuat Menteri senang, mengapa tidak dibawa saja.
Terlebih, selain sudah memperoleh persediaan makanan yang diinginkan, mereka bisa memberi persediaan makanan kepada saudara-saudara yang lain dan menjaga diri mereka dari kelaparan. Dan saat membawa Bunyamin ke Mesir, mereka juga akan memperoleh tambahan persediaan makanan lagi. Persediaan makanan yang diperoleh adalah sesuatu hal yang kecil bagi pejabat Mesir.
Allah berfirman, akhirnya Nabi Ya’qub memberi izin anak-anaknya untuk membawa Bunyamin ke Mesir. Namun Nabi Ya’qub meminta mereka berjanji akan membawa pulang Bunyamin. Kecuali mereka ada dalam kepungan musuh, dan terpaksa pergi meninggalkan Bunyamin.
Makna Ayat “Itu Adalah Persediaan Makanan yang Mudah”
Para ahli tafsir berbeda-beda dalam menjelaskan maksud dari ayat “Itu Adalah persediaan makanan yang Mudah”. Berikut beberapa penjelasan tentang maksud ayat tersebut:
- Sebagian ulama berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah saudara Nabi Yusuf menganggap persediaan makanan yang mereka peroleh adalah sesuatu yang mudah atau kecil di mata pejabat Mesir.
- Menurut Ibnu Katsir maksud ayat tersebut adalah membawa Bunyamin ke Mesir sebagai ganti persediaan makanan yang sudah mereka peroleh adalah sesuatu yang mudah.
- Menurut Imam Al-Alusi maksud ayat tersebut adalah apa yang sudah mereka peroleh terlalu sedikit dibanding kebutuhan mereka. Untuk itu mereka perlu kembali ke Mesir untuk mencari persediaan makanan kembali.
- Ada pula yang berpendapat kata tersebut adalah ucapan Nabi Ya’qub. Nabi Ya’qub menganggap apa yang sudah mereka peroleh terlalu sedikit bila meminta Bunyamin pergi ke Mesir sebagai gantinya.
Perbedaan penjelasan ini disebabkan tidak ada petunjuk lain yang secara jelas menerangkan maksud dari ayat tersebut. Lewat fakta ini, kita seharusnya bisa belajar untuk tidak secara gegabah menyalahkan serta mencaci penjelasan orang lain terhadap suatu ayat, yang berbeda dengan kita. Sebab bisa saja perbedaan itu juga terjadi di antara para ahli tafsir sendiri. Terlebih bila perbedaan itu tidak ada sangkut pautnya dengan hukum atau aqidah Islam sebagaimana ayat di atas.