Untuk diketahui, puasa Ramadhan merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan oleh kaum muslimin. Apabila seorang muslim memiliki utang puasa, maka ia wajib menggantinya sebelum masuknya bulan Ramadhan berikutnya.
Baca Juga: Siapa Saja yang Wajib Qadha Puasa Ramadhan?
“Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa namun harus mengganti di hari yang lain“. Demikian firman Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 185.
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir dalam bukunya “Bekal Ramadhan & Idul Fithri (1): Menyambut Ramadhan” menerangkan, ada kewajiban mengganti puasa pada hari lain. Hari lain yang dimaksud oleh ayat di atas adalah umum, yaitu hari-hari lain selain dari hari dimana ia sakit dan hari lain selain hari dimana ia sedang dalam kondsi safar/perjalanan. Demikian At-Thabari memberikan komentar.
Istri Nabi, Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah meng-qadha puasa yang pernah beliau tinggalkan hingga di bulan Sya’ban berikutnya. Berikut penuturan beliau: “Dulu saya pernah memiliki utang puasa Ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Sya’ban.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Larangan Menunda Qadha Puasa
Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani di dalam kitabnya Fath Al-Bari memberikan pendapat bahwa: “Diambil kisimpulan dari perhatian dan semangatnya ‘Aisyah rameng-qadha puasanya di bulan Sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa Ramadhan, hingga masuk Ramadhan berikutnya.”
Perihal menunda qadha puasa-Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya tidak keluar dari dua kondisi, yaitu:
1. Menunda karena Sebab-sebab Khusus.
Seperti sakit yang menahun atau kehamilan yang tidak berjarak, atau kondisi perjalanan yang belum selesai, maka dalam kondisi seperti ini mereka tidak berdosa, namun yang namanya utang tetaplah harus dibayar ketika kondisi di tas sudah tidak ada lagi.
2. Menunda karena Alasan Malas.
Kalau alasannya lalai atau terkesan meremehkan, maka dalam kondisi seperti ini para ulama berbeda pandangan apakah selain utang puasanya tetap harus dibayar, ia juga dikenakan kewajiban semacam hukuman tambahan atas kelalaiannya atau tidak.
Jumhur Ulama menilai bahwa selain diwajibkan membayar utang puasanya, mereka juga dikenakan kewajiban tambahan yaitu membayar fidyah, berupa memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ia tinggalkan sebesar satu mud (seperempat dari-besaran zakat fitrah).
Apapun itu dalam perkara utang baik utang kepada sesama manusia atau utang kepada Allah, semuanya diperintahkan untuk disegerakan dan tidak baik ditunda-tunda. Demikian pentingnya melunasi utang puasa. Semoga Allah memberi kita taufik-Nya dan kekuatan agar dapat melunasi utang-utang puasa tahun lalu.
Baca Juga: Niat Puasa Ramadhan Lengkap dengan Bacaan Latin dan Artinya
(rhs)