Perkembangan Wacana Ekonomi Islam, Urgensi Serta Tantangan – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Perkembangan Wacana Ekonomi Islam, Urgensi Serta Tantangan

Published

on

Perkembangan Wacana Ekonomi Islam, Urgensi Serta Tantangan


BagyaNews.com – Wacana ekonomi Islam adalah wacana dan pemikiran yang sudah berkembang cukup lama. Ia adalah wacana pemikiran yang berupaya untuk membangun satu iklim dan sistem perekonomian yang sesuai dengan visi-misi Islam.

Bapak ekonomi Islam yaitu Khurshid Ahmad menuturkan ada empat tahapan perkembangan dalam wacana ekonomi Islam ialah, 

Tahap pertama, awal perkembangan ekonomi dalam Islam dimulai dengan kiprah para ulama yang tidak didukung oleh pengetahuan ekonomi yang mumpuni dalam menuntaskan persoalan bunga. Masa ini terjadi pada pertengahan 1930-an yang mana hidup beberapa tokoh ekonomi diantaranya Muhammad Iqbal dan Muhammad Baqir As-Shadr. Muhammad Iqbal merupakan pakar politik dan juga pemikiran-pemikiran ekonomi Islam yang brilian. Dalam karyanya puisi dan timur, Muhammad Iqbal menganalisa kekurangan kapitalisme dan komunisme sehingga menghasilkan satu pemikiran poros tengah yang berasal dari Islam.

Sedangkan Muhammad Baqir As-Shadr memberi sumbangan besar pada bidang ekonomi pada bukunya yang berjudul Iqtishaduna. Dalam buku tersebut, Baqir As-Shadr mengkritik doktrin-doktrin ekonomi kapitalisme dan sosialisme serta menghadirkan ekonomi Islam sebagai alternatif dari kedua sistem Barat tersebut. Puncak kemajuan ekonomi pada tahap pertama ini dimulai pada pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuan pada akhir dekade 1950-an. Di masa ini pula Pakistan didirikan Bank Islam lokal yang tidak menggunakan sistem bunga. Lembaga keuangan bernama “Mit Ghomr Local Saving Bank” berlokasi di delta sungai Nil, Mesir. 

Tahap kedua, dimulai pada tahun 1970-an. Di masa ini para ekonom Muslim berjuang untuk mengembangkan aspek tertentu dan ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi moneter. Para ekonom Muslim ini banyak mengkaji tentang bunga dan riba dan mulai menawarkan alternatif pengganti bunga. Pada tahap ini para ekonom Muslim tersebut umumnya sudah dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa. Di masa ini muncul para ekonom Muslim yang terkenal seperti, Prof. Dr. Khurshid Ahmad, M. Nejatullah Siddiqi, M. Umer Chapra dan masih banyak lagi. 

Tahap ketiga, tahap ini ditandai dengan pengembangan perbankan dan lembaga non riba. Terdapat upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga non-riba. Lembaga-lembaga tersebut berdiri dari sektor swasta dan pemerintah. Salah satu Bank Islam pertama yang didirikan pertama ialah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia. Tahun ini juga ditandai dengan adanya krisis minyak pada tahun 1974 dan 1979 serta keberanian Syekh Zakki Yamani, Menteri Perminyakan di Arab Saudi, melakukan embargo minyak sebagai senjata menekan Barat dalam menopang perjuangan Palestina.

Tahap keempat, perkembangan wacana ekonomi Islam di tahap keempat sedang menuju pada sebuah pembahasan yang lebih integral dan komprehensif terhadap teori dan praktik ekonomi Islam. Adanya berbagai guncangan dalam sistem ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan sosialisme menjadi tantangan sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi Islam. Sejarah mencatat bahwa benih-benih sistem ekonomi Islam mulai bangkit kembali di akhir abad ke-20. Kebangkitan ini ditandai dengan diselenggarakannya muktamar dan seminar ekonomi Islam di berbagai tingkat baik daerah lokal maupun internasional.

Ada beberapa persoalan yang menyebabkan perkembangan ekonomi secara khusus dalam Islam itu terhambat salah satunya ialah kemiskinan. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya-upaya tersebut dapat mempercepat proses pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Kemiskinan disini dapat diartikan ialah dari segi materi (ekonomi).

Islam memiliki beberapa cara untuk mengatasi kemiskinan diantaranya ialah menurut Umer Chapra ada dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan konsep keadilan dan persaudaraan. Sebuah masyarakat Islam yang ideal harus dapat mengaktualisasikan keduanya secara bersamaan, karena keduanya merupakan dua sis yang tak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kedua tujuan ini terintegrasi sangat kuat ke dalam ajaran Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spiritual (ibadah) bagi masyarakat Islam. Persaudaraan dan keadilan dalam pendistribusian menuntut semua pelaku ekonomi untuk bersama-sama memanfaatkan sumber alam dengan dasar maqasid Syariah. Yakni pemenuhan kebutuhan hidup ekonomi masyarakat terutama aspek primer, sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.

Tujuan dari ekonomi pembangunan Islam adalah untuk melakukan perubahan dari segi kebaikan serta kesuksesan di masyarakat secara umum dan secara khusus pada individu seluruhnya yang bersumber pada ajaran Allah SWT. Hal ini tentu saja menjadikan manusia sebagai fokus pembangunan itu sendiri. Arti dari pembangunan ialah luas dan menyeluruh dengan menekankan pembangunannya pada insan atau manusia seutuhnya (human development). Sehingga dapat dicapai kehidupan yang seindah-indahnya (Fi ahsani taqwim).

Maka dapat disimpulkan tolak ukur keberhasilan ekonomi dalam pembangunan Islam kembali ialah dari diri umat muslim itu sendiri. Apabila setiap individu muslim memiliki kesadaran untuk meningkatkan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam, maka ekonomi akan memberi pengaruh yang luar biasa untuk membangun peradaban Islam atau setidaknya mengurangi persoalan ekonomi umat Islam.



Sumber Berita harakah.id

#Perkembangan #Wacana #Ekonomi #Islam #Urgensi #Serta #Tantangan

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved