Masa Pergerakan Nasional ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern yang ikut serta dalam memperjuangkan perbaikan nasib bangsa. Tumbuhnya pergerakan nasional yang dipelopori oleh kaum pemuda dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal antara lain karena melihat penderitaan yang dialami rakyat Indonesia akibat penjajahan Belanda, mengenang akan kejayaan masa lampau pada masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, rakyat Indonesia mampu mempersatukan pulau-pulau dan rakyatnya dalam bentuk persatuan yang kuat serta berpengaruh dalam dunia perdagangan Nusantara secara luas. Adanya pengaruh pendidikan dari kebijakan Belanda dikenal dengan Politik Etis yang melahirkan kaum cendikiawan (Pratiwi, Budiyono and Sutjitro 2013, 2).
Peranan pemuda dalam pergerakan nasional ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan dan keagamaan, setelah periode tersebut pemuda mulai terlibat dalam masalah politik nasional. Kesadaran nasional, mendorong berbagai usaha kaum pemuda untuk terdidik. Kaum pemuda mendirikan berbagai pergerakan, baik yang berasaskan politik maupun sosial budaya. Kaum pemuda dan terpelajar tersebut melalui organisasi tersebut, mempelopori kemunculan pergerakan nasional Indonesia, di antaranya ada Sarekat Islam dan Budi Utomo (Pratiwi, Budiyono and Sutjitro 2013, 2).
Periode Sarekat Islam adalah periode kebangitan nasionalisme Indonesia abad 20 dalam konteks Islam dimulai sejak pembentukan Sarekat Islam pada tahun 1911. Fenomena sejarah ini juga memperlihatkan bahwa Islam dan kebangsaan di Indonesia sebenarnya sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan, meskipun pada tahun 1920-an dan belakangan diperdebatkan lagi. Fenomena ini sebanding dengan fenomena Sarekat Islam sebagai fenomena yang menunjukkan bahwa Islam dan nasionalisme Indonesia sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, karena Sarekat Islam dan Budi Utomo adalah pemantik nasionalisme paling awal.
Sarekat Islam merupakan lokomotif kebangkitan nasional pertama, bukan Budi Utomo. Setidaknya, sebagaimana pendapat sebagian ahli seperti Asvi Warman Adam. Berbeda Budi Utomo yang lahir 1908, Sarekat Islam menurut sebagian ahli lahir 1905 meski sebagian lainnya menyebut pada 1909 dan 1911, keanggotaannya relatif terbuka, tanpa ada diskriminasi suku, ras, dan antargolongan, meski harus beragama Islam. Skalanya juga mutlak nasional.
Jumlah anggota Sarekat Islam mencapai 35.000 orang. Sarekat Islam juga menuntut kemerdekaan dan pemerintahan sendiri, paling tidak, hak untuk mengemukakan suara dalam politik bagi rakyat Indonesia, selain bertujuan mengemukakan suara dalam politik bagi rakyat Indonesia, selain bertujuan menumbuhkan kemakmuran dan kesejahteraan negeri, juga melawan kekuatan ekonomi Cina (Kamil 2013, 10).
Berdasarkan buku Api Sejarah dari Ahmad Mansur Suryanegara menjelaskan bahwa Sarekat Islam sebenarnya telah didirikan pada 1324 H/ 1906 di Surakarta. Setahun setelah didirikannya Sarekat Dagang Islam pada 1323 H/ 1905. Kedua organisasi tersebut didirikan atas prakarsa dari Haji Samanhudi. Tetapi lebih dikenal pada Sarekat Islam Surabaya setelah adanya huru-hara anti-Cina dan Schorsing dari Residen Surakarta terhadap Sarekat Dagang Islam (Suryanegara 2010, 380).
Sarekat Islam sebagai sebuah gerakan yang didirikan pada tahun 1906 di bawah kondisi tekanan penindasan dari kolonial. Suatu hal wajar, apabila saat awal kehadirannya pada 1905 menjadi terbuka, akan tetapi bersifat rahasia. Terutama aktivitas organisasi bekerjasama niaga dengan pedagang Cina, dengan istilah Kong Sing. Kecuali setelah terjadi huru-hara anti-Cina pada 1912. Sarekat Islam pada saat dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto yang mendapat badan hukum pada 10 September 1912 menjadi organisasi gerakan terbuka (Suryanegara 2010, 381).
Namun, kebanyakan pemahanan sejarah pergerakan nasional Indonesia bagi orang pada umumnya berarti pengetahuan atau penguasaan peristiwa-peristiwa penting yang berlangsung dari tahun 1908-1945, yaitu dari berdirinya Budi Utomo sampai terbentuknya bangsa Indonesia. Peristiwa-peristiwa yang dimaksud adalah rangkaian upaya melepaskan diri dari belenggu penjajah, untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat adil dan makmur (Tuahunse 2009, 3).
Semangat persatuan dan kesatuan tersebut melahirkan beberapa momentum sejarah yang penting yaitu pertama kebangkitan nasional yang diawali oleh lahirnya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908 telah membuka jalan ke arah kesadaran rakyat Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai kehendak dan hak-hak sebagai manusia merdeka. Kedua sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 merupakan formalitas konkret dari kenyataan kesadaran nasional terwujud nyata melalui kongres pemuda yang mengeluarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ketiga peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 sebagai klimaks total yang bersifat kebangsaan (Tuahunse 2009, 3).
Budi Utomo pada tahun 1908 oleh pemuda Soetomo yang bergerak dalam bidang budaya, setelah tujuh tahun pemuda-pemuda dari daerah-daerah lainnya ikut aktif dalam membentuk organisasi yang berasaskan pada daerah masing-masing. Organisasi tersebut masih bersifat kedaerahan. Organisasi pemuda terbentuk karena melihat keadaan yang ingin sadar terhadap kebangsaan Indonesia (Pratiwi, Budiyono and Sutjitro 2013, 6).
Berdirinya Budi Utomo yang merupakan dorongan dan propaganda dari dokter Wahidin Sudirohusodo. Dokter Wahidin Sudirohusodo adalah inspirator bagi pembentukan organisasi modern pertama di Jawa. Mengikuti jejak dari Budi Utomo, pemuda-pemuda dari daerah-daerah yang datang ke Batavia ikut merasakan pentingnya hidup bersama dalam suatu perhimpunan, berdiri suatu organisasi Jong Java (JJ-1916), Jong Sumateranen Bond (JSB-1917), Jong Celebes (1918), Jong Minahasa (1918), Sekar Roekoen (SR-1919), Jong Batak Bond (JBB-1925) dan Jong Islamieten Bond (JIB-1925).
Dengan demikian, rakyat Indonesia semakin sadar terhadap pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Banyak berdiri suatu forum komunikasi antara tokoh-tokoh tua dan tokoh muda, maka dalam perkembangannya melahirkan suatu konsep pemikiran untuk mewujudkan suatu organisasi yang bersifat nasional sebagai sarana untuk dapat memfasilitasi potensi-potensi pemuda yang berkembang pada masa pergerakan nasional.
Referensi:
Kamil, Sukron. 2013. slam dan Politik di Indonesia Terkini: Islam dan Negara, Dakwah dan Politik, HMI, Antikorupsi, Demokrasi, NII, MMI, dan Perda Syari’ah. Jakarta: PSIA.
Pratiwi, Citra Yuliyanti Eka, Budiyono, and Sutjitro. 2013. Peranan Pemuda dalam Pergerakan Nasional Indonesia Tahun 1908-1928. Laporan Penelitian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jember: Universitas Jember.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 2010. Api Sejarah Jilid 1 (Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jakarta: Salamadani.
Tuahunse, Trisnowaty. 2009. “Hubungan antara Pemahaman Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dengan Sikap terhadap Bela Negara.” Jurnal Kependidikan 39 (1): 1-10.
Baca Juga