Penting! Santri Harus Bisa Akses Digital Maktabah dan Ngaji Online di Timur Tengah – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Penting! Santri Harus Bisa Akses Digital Maktabah dan Ngaji Online di Timur Tengah

Published

on

Penting! Santri Harus Bisa Akses Digital Maktabah dan Ngaji Online di Timur Tengah


Foto: Facebook.com/ulil67 Ulil Abshar Abdalla

BagyaNews.com – Banjir naskah klasik di era digital adalah anugerah Allah. Santri harus punya skill untuk akses digital maktabah dan ngaji online, guna menyambung kembali silsilah pengetahuan ulama Nusantara dan Timur Tengah.

Santri pondok pesantren harus diajarkan skill pengetahuan tentang kitab-kitab digital, akses digital maktabah dan ngaji online di Timur Tengah serta di mana mencarinya.

Ini pelajaran penting terutama bagi para santri yang sudah di tingkat ulya. Kalau tidak, meski main internet tiap hari, maka tidak akan tahu bahwa ada gudang ilmu yang namanya Al-Maktabah Al-Waqfiyah, misalnya.

Menurut KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil, era digital merupakan era yang sangat luar biasa, khususnya bagi para pencinta naskah-naskah klasik. Kita menyaksikan ledakan naskah-naskah klasik yang diterbitkan kembali. Seiring dengan kebijakan peguruan-perguruan tinggi di Timur Tengah untuk men-tahqiq, mengedit, dan menerbitkan kembali naskah-naskah klasik tersebut.

“Saya tidak pernah membayangkan hidup di era seperti ini. Saya masih ingat di pesantren dulu, beli kitab itu sesuatu yang sangat mewah sekali,” ungkap Gus Ulil dalam FGD bertema Adabtasi dan Komodifikasi Naskah Keislaman Klasik, di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (16/21/2021), silam.

Ia lalu menyampaikan cerita dari KH. Shodiq Hamzah, Semarang, tentang ayah beliau saat membeli kitab Alfiyah terjemahan Mbah Bisri Rembang, ayahnya Gus Mus, pada tahun 1950-an. Alfiyah yang disebut sebagai Alfiyah Rembang, dicetak terbatas. Orang yang punya kitab tersebut seperti memiliki jimat, saking langka dan terbatasnya.

“Harga satu naskahnya waktu itu diperoleh dengan menjual dua ekor kerbau. Itu dibeli pada tahun 50-an.”

“Sekarang kita bisa mendapatkan naskah, hampir di semua funun dalam bidang keilmuan, secara gratis melalui teknologi digital pdf,” terang Gus Ulil.

Baca Juga: Ketika Gus Mus Ngaji Ihya Kepada Gus Ulil, Inilah Pelajaran Pentingnya

Pada masa Gus Ulil kecil, para kiai harus ke Ampel, Surabaya, atau ke Jakarta dan Kudus untuk membeli kitab. Tapi perlu dicatat, tidak semua orang mampu membeli kitab waktu itu. “Kakek saya itu nunggu panen dulu baru bisa beli kitab, itu pun kadang dicicil.”

Membanjirnya naskah klasik yang luar biasa di era digital ini, bagi Gus Ulil, adalah anugerah Allah yang luar biasa dan harus kita syukuri.

Problemnya adalah banyak orang yang tidak tahu anugerah ini, serta bagaimana memanfaatkan digital maktabah ini atau perpustakaan digital yang gratis semua.

“Sebagaimana NU dulu ada namanya al-kutubul mu’tabarah, sekarang ini juga harus ada, misalnya, daftar situs-situs yang mu’tabarah. Ada satu situs yang luar biasa membantu kita untuk mencari buku-buku atau kitab-kitab ini, dalam semua bidang, namanya Al-Maktabah Al-Waqfiyah. Anda harus tahu itu.”

“Itu juga penting untuk diketahui. Mana situs-situs yang bisa dipercaya sebagai sumber teks ini.”

Tata Cara Ngaji Online Bersanad

Di samping digital maktabah, para santri pondok pesantren juga harus ngaji online dengan para ulama dan syekh dari Timur Tengah maupun dalam negeri. digital maktabah dan ngaji online di Timur Tengah ini harus dimanfaatkan.

Banyak ulama-ulama besar di Timur Tengah yang ngaji secara online dan bisa diikuti oleh siapa saja. Tak terkecuali santri Indonesia bisa menimba ilmu kepada mereka, tanpa harus pergi ke Timur Tengah dengan biaya mahal.

“Saya setiap hari, pekerjaan saya ngaji online. Bukan mengajar tapi mengaji. Saya belajar dan mencari pengajian ulama-ulama. Misalnya saat ini, saya belajar dengan seorang ulama dari Suriah, Syekh Usamah Abdul Karim Ar-Rifa’i. Dia mengajar hampir semua kitab-kitab utama dalam Madzhab Syafi’i. Dia membaca Ar-Risalah-nya Imam Syafi’i, Minhajut Thalibin-nya An-Nawawi, kitab fiqh dan lainnya.”

“Saya juga belajar kitab Jam’ul Jawami’ dan Al-Mustasfa dari KH Afifuddin Muhajir, dari Ma’had Ali Situbondo,” jelas Gus Ulil.

Jadi sekarang ini, lanjutnya, santri-santri Indonesia bisa belajar talaqqi dengan syuyukh dan masyayikh di Timur Tengah yang luar biasa tanpa harus berada di sana. Misalnya, salah-satu syekh yang Gus Ulil ikuti ngaji rutinnya adalah Syekh Habib Umar Hafidz dari Darul Mustofa, di Tarim, Yaman. “Saya mengaji kitab Muaththa’ tiap hari.”

“Saya juga mengaji kitab Al-Muaththa dari seorang syekh bermadzhab Maliki dari Maroko. Namanya Syekh Dr. Said Al-Kamali. Itu luar biasa. Dan itu, dia ngaji itu ratusan muhadharah-nya, ceramahnya. Artinya dibaca kata per kata dari awal sampai akhir, kayak di pondok pesantren,” papar Gus Ulil.

Baca Juga: Pesantren Dan Sistem Inkulturasi Canggih Syiar Islam di Nusantara

Keunggulan ngaji online salah satunya ialah kalau kita ketinggalan satu sesi ngaji, misalnya, kita bisa menonton ulang rekamannya. Layaknya nonton sepakbola, kalau ketinggalan nonton siaran langsungnya kita bisa nonton rekaman ulangnya. Jadi nggak pernah ketinggalan.

Meski demikian, ngaji online juga tidak bisa dilakukan sembarangan. Misalnya sambil rebahan atau semacamnya. Ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh santri online. Ini penting pula untuk diajarkan kepada para santri yang ingin menambah dan menimba ilmu secara online kepada seorang syekh, ulama atau guru di Timur Tengah dan Nusantara.

Pertama, ketika hendak mengaji, santri online harus menata diri sebagaimana ngaji offline di pesantren kepada guru atau kiai. Berpakaian rapih, membawa kitab, dan duduk sebagaimana santri menghadap kiai.

“Kalau Anda menata diri seperti itu, sebetulnya ngaji di internet itu sama dengan ngaji dengan di pesantren. Tapi ada penjelasan tambahan ya (syarat kedua),” terang Gus Ulil.

Kedua, untuk istifadah dari ngaji online semacam ini, seseorang santri harus sudah pernah ngaji langsung dari seorang kiai dalam jangka tahunan lamanya.

“Anda ngaji seperti ini tidak bisa kalau belum pernah ngaji langsung secara muwajahah atau face to face sebelumnya dengan kiai.”

“Artinya, kalau Anda tidak pernah mondok dan pernah ngaji dengan kiai selama tahunan lamanya, minimal lima sampai enam tahun dengan dengan seorang kiai, Anda tidak bisa istifadah atau mengambil manfaat yang besar dari ngaji seperti ini. Paling ya mendengarkan saja seperti mendengarkan konten youtube yang lain.”

“Bisa mengambil manfaat dari pengajian-pengajian ini, cuma terbatas,” tambahnya.

Sambung Kembali Silsilah Pengetahuan Ulama Nusantara dan Timur Tengah yang Putus Sejak Pemerintah Wahabi Berkuasa.

Anugerah berupa teknologi internet, baik perpustakaan atau digital maktabah dan ngaji online dengan para masyayikh di Timur Tengah ini, menurut Gus Ulil bisa menjadi momentum untuk menyambung kembali silsilah pengetahuan ulama Nusantara dan Timur Tengah. Sebagaimana kita tahu, hubungan itu pernah tersambung dengan erat sekali pada generasi KH Hasyim Asy’ari.

“Putus gara-gara pemerintah Wahabi berkuasa di Saudi Arabia. Baru nyambung kembali ketika ada beasiswa belajar di Timur Tengah. Tetapi beasiswa ini kebanyakan untuk membiayai sekolah dari perguruan tinggi modern, bukan untuk belajar dengan sistem tradisional,” ujar Gus Ulil.

Baca Juga: Sejarah Terbentuknya Kerajaan Arab Saudi Modern

Padahal, kekayaan ilmu Islam itu kebanyakan ada di kiai-kiai yang ngaji dengan sistem bandongan. Kajian keislaman di perguruan tinggi yang ada saat ini hanya sebagaian saja.

“Anda, kalau mau mencari ilmu yang betulan warisannya dari ulama kita dulu, itu ya yang di pondok itu. Kalau yang di IAIN, UIN, itu ya ada, tapi jenis yang lain. Saya menganggap ilmu dirasat islamiyah yang diajarkan di IAIN, UIN, itu jenis yang lain,” tuturnya.

Sehingga, jika ingin mendalami ilmu keislalaman, harus belajar dengan para kiai dan masyayikh, melalui sistem talaqqi atau bandongan, dan itu dimungkinkan karena adanya teknologi digital.

Sisi Negatif Ngaji Online

Tak ada yang sempurna selain Dzat yang Maha Sempurna. Ngaji online dengan ulama dan para syekh di Timur Tengah pun ada kelebihan dan kekuarangannya. Ada sisi negatif dan positif.

Untuk sisi positif ngaji online berkat teknologi digital dan internet, sudah kita bahas di atas. Sementara segi negatifnya, terkadang pendapat para masyayikh Timur tingah tidak sesuai dengan konteks Indonesia.

“Cuma ya tadi itu, memang ada segi negatifnya juga kita belajar seperti ini. Yaitu, kadang-kadang para masyayikh Timur Tengah itu punya pendapat yang sesuai dengan konteks timur tengah. Kalau kita tidak awas, kita bisa membawa pendapat ini ke Indonesia dalam konteks yang berbeda.”

Makanya, Gus Ulil menekankan, kecakapan belajar secara digital ini harus juga dipahami oleh para santri tentang bagaimana cara menyikapi ilmu-ilmu yang kita pelajari secara digital seperti ini.

Baca Juga: Jejak Ottoman di Pesantren Nusantara, Ketika Kaum Santri Menguasai Bahasa Turki dan Belajar Ilmu Militer Ottoman



Sumber Berita harakah.id

#Penting #Santri #Harus #Bisa #Akses #Digital #Maktabah #dan #Ngaji #Online #Timur #Tengah

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved