BagyaNews.com – Aturan potong tangan dalam Islam adalah aturan yang tertera jelas dalam al-Quran namun jarang sekali diterapkan sebagaimana teksnya. Berikut pandangan Fazlurrahman terkait aturan tersebut.
Pencurian adalah salah satu problematika yang tak kunjung usai dari zaman jahiliyah hingga zaman modern (saat ini). Dan Allah menurunkan perintah hukum potong tangan bagi para pelaku pencurian sebagai respon dari kejadian pencurian yang terjadi pada masa itu. Yakni dalam Surah Al-maidah ayat 38, ayat tersebut diturunkan dengan tujuan agar para pencuri merasa takut dan jera, sehingga ia tidak akan mengulangi hal tersebut. Namun di zaman modern seperti sekarang apakah aturan potong tangan tersebut masih relevan jika diterapkan?
Maka dalam pembahasan selanjutnya penulis akan mengulas bagaimana Fazlur Rahman dengan teori penafsirannya “Double Movement” dapat menjawab problematika tersebut? dan bagaimana solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan problematika pencurian yang seiring bertambahnya waktu tidak mengalami kesudahan? Maka kegelisahan-kegelisahan tersebut akan dikaji dalam artikel ini.
Penafsiran Fazlur Rahman Q.S Al-maidah ayat 38
Dalam Q.S Al-Maidah ayat 38 Allah memerintahkan hukum potong tangan bagi para pelaku pencuri yang berbunyi “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Maka dalam memahami ayat tersebut kita akan mengujinya dengan teori Double Movement. Gambaran teori Double Movement dalam mengkaji suatu ayat adalah sebagai berikut:
- Mengkaji situasi historis ayat yang diturunkan dalam konteks mikro dan makro.
- Menggeneralisasikan respon spesifik dan menentukan tujuan moral-sosial ayat tersebut secara umum.
- Menyesuaikan tujuan moral-sosial yang di dapat setelah mengkajinya secara umum dengan konteks sekarang.
Setelah mengetahui cara kerja teori tersebut, selanjutnya kita akan menerapkannya dalam ayat perintah potong tangan, yakni dalam Surah Al-Maidah ayat 38. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah, dengan mengetahui konteks ayat tersebut diturunkan (asbabun nuzul). Dalam kitab Lubabun Nuqul fii Asbabun Nuzul, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan seseorang perempuan yang mencuri pada zaman Rasulullah SAW, maka dipotonglah tangan kanannya. Sehingga wanita tersebut menyesali perbuatannya dan akhirnya ia bertaubat ( HR. Ahmad dan lain-lain yang bersumber dari Abdullah bin Amr). Aturan potong tangan tersebut diturunkan karena, pada zaman jahiliyah pencurian tidak hanya melanggar perintah Allah, akan tetapi juga menyangkut hak sesama manusia. Sehingga dosa yang ia lakukan tidak hanya menyangkut pada Allah saja, tetapi juga menyangkut sesama manusia. Sehingga, perintah potong tangan pada ayat ini diturunkan dengan tujuan untuk membuat jera para pelaku pencurian sehingga ia menyesali perbuatannya dan bertaubat pada Allah.
Dalam ayat tersebut terdapat satu kata yang dapat ditarik dalam penafsiran yakni kata fa-qtha’u aidiyahuma (maka potonglah tangan keduanya), Fazlur Rahman menafsirkan ayat tersebut dengan “menghalangi tangan para pelaku pencurian melalui beberapa cara”. Fazlur Rahman memberi 3 opsi dalam hal tersebut yakni, melalui perbaikan ekonomi dengan meenciptakan lapangan kerja, menghukum para pelaku dengan kurungan penjara (dengan melakukan pelatihan kerja serta rehabilitasi), atau dengan memberikan denda yang berat bagi pelaku pencurian untuk mengurungkan niatnya. Dengan kata lain ide moral yang dapat ditarik dari ayat hukuman potong tangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menghalangi atau memotong kemampuan si pencuri agar tidak mencuri lagi.
Langkah selanjutnya adalah kontekstualisasi ide moral dari perintah potong tangan di era sekarang. Berangkat dari ide moral yang telah dikemukakan diatas, hukuman potong tangan tidak boleh dimaknai secara literer. Karena, di era sekarang pencurian telah mengalami pergeseran pemaknaan. Pencurian dalam konsep modernitas tidak lebih dari sekedar kejahatan dalam bidang ekonomi, dalam hal ini berbeda dengan masa jahiliyah yang memandang pencurian tidak sekedar kejahatan ekonomi namun juga sebagai kejahatan yang melawan nilai-nilai dan harga diri manusia.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa hukuman potong tangan yang tertuang dalam Surah Al-maidah ayat 38 tidak dapat dimaknai secara literer. Karena konteks pemahaman makna “pencurian” di masa jahiliyah dan sekarang telah mengalami pergeseran makna. Maka hukuman atas perbuatan pencurian juga mengalami pergeseran, jika hal tersebut tetap dimaknai secara literer, hukuman potong tangan tidak sejalan dengan konsep peri kemanusiaan dan juga dianggap hukuman yang keji. Maka dari itu Fazlur Rahman menawarkan 3 hukuman untuk para pelaku pencurian, hal tersebut dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dan memelihara tujuan syariat yang tertuang dalam al-mabaadi’ al-khamsyah.
Dan jika pemikiran Fazlur Rahman tersebut ditarik benang merahnya dan dikaitkan dengan hukuman yang berlaku di Indonesia, yakni yang tertuang dalam KUHP pasal 326 yang berbunyi “barang siapa mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah” maka hal tersebut telah sesuai, yakni dengan memberi hukuman pidana atau dengan memberikan denda yang besar bagi para pelaku. Karena hal tersebut dianggap lebih manusiawi dan sejalan dengan gagasan dasar negara Indonesia yakni peri kemanusiaan.
Solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan problematika pencurian
Beberapa tawaran yang penulis sebutkan dapat terealisasikan dengan dengan catatan, adanya dukungan serta kerja sama dari seluruh lapisan anggota masyarakat. Sehingga kesejahteraan dalam masyarakat dapat terbentuk. Beberapa solusi tersebut bisa berupa perbaikan ekonomi, perbaikan sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja, mengadakan pelatihan kerja dan lain sebagainya dengan tujuan memandirikan masyarakat. Seperti halnya dalam Al-qur’an Surah An-nahl ayat 97 Allah memerintahkan kita untuk saling tolong penolong antara sesama. Ayat tersebut berbunyi “ Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Sehingga jika hal tersebut dapat terealisasikan, problematika pencurian yang terjadi dari zaman dahulu sampai saat ini dapat dihindari atau dicegah dengan beberapa penawaran yang telah penulis paparkan di atas.