Membahas hubungan antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya. Akan tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah Al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya. Mengapa? Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul ” Membumikan Al-Qur’an ,
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” menjelaskan kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif ataupun negatif) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
Baca juga: Kebenaran Ilmiah Al-Qur’an, Quraish Shihab: Letakkan pada Sisi Psikologi Sosial
Sejarah membuktikan bahwa Galileo –ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya– tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat di mana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri.
Menurut Quraish Shihab, dalam Al-Qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” –dalam berbagai bentuknya– yang terulang sebanyak 854 kali. Di samping itu, banyak pula ayat-ayat Al-Qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain:
1. Subjektivitas: (a) Suka dan tidak suka (baca antara lain, QS 43 :78; 7:79); (b) Taqlid atau mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33 :67; 2:170).
2. Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS 10 :36).
3. Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca, antara lain QS 21 :37).
4. Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca antara lain QS 7 :146).
Di samping itu, terdapat tuntutan-tuntutan antara lain:
1. Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan ( QS 17 :36), dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui duduk persoalan (baca, antara lain, QS 36 :17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca, antara lain, QS 10 :39).
2. Jangan menilai sesuatu karena faktor eksternal apa pun –walaupun dalam pribadi tokoh yang paling diagungkan seperti Muhammad SAW.
Baca juga: Memahami Al-Qur’an di Masa Kini dan Hikmah Ayat Ilmiah, Menurut Quraish Shihab
Ayat-ayat semacam inilah, menurut Quraish Shihab, yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.