Kisah Khalifah Muawiyah Mengganti Sistem Demokratis ke Monarki – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Kisah Khalifah Muawiyah Mengganti Sistem Demokratis ke Monarki

Published

on

Kisah Khalifah Muawiyah Mengganti Sistem Demokratis ke Monarki




loading…

Begitu Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah,ia memindahkan ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Selanjutnya, ia juga mengganti sistem pemerintahan dari demokratis ke monarki. Sebagaimana diketahui, sejak masa Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga periode Ali bin Abi Thalib ra , para khalifah dipilih langsung oleh rakyat.Baca juga: Konflik Bani Umayyah dan Bani Hasyim, Berkaca Peristiwa Damaskus Gantikan Madinah

Eamonn Gaerond dalam bukunya berjudul “Turning Points in Middle Eastern History” menyatakan ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah. Peristiwa tersebut antara lain adalah wafatnya Ali bin Abi Thalib, dan naiknya Hasan bin Ali sebagai Khalifah kelima. Hasan dipilih oleh para pendukung Ali bin Abi Thalib di Kufah dan sekitarnya.

Sesaat setelah mendengar berita duka tentang wafatnya Ali, Muawiyah langsung mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah di Yerusalem pada tahun 660 M.

Meski di Damaskus jumlah kaum Muslimin masih minoritas, namun Muawiyah mendapat dukungan dari Mesir dan Pelestina, kedua wilayah yang dulu di taklukkan oleh Amr bin Ash, yang kemudian menjadi pendukung utama Muawiyah.

Adapun di Mekkah dan Madinah, masyarakat tetap berusaha netral dan menjaga jarak dari konflik ini.

Hanya saja, menurut Philip K Hitti dalam bukunya berjudul “History of The Arabs; From The Earliest Time To The Present” masyarakat Mekkah khususnya, sebenarnya memiliki kecenderungan memihak pada Damaskus. Mereka ini umumnya adalah kelompok yang masuk Islam paling akhir, yaitu ketika Kota Mekkah sudah dikepung dan ditaklukan oleh kaum Muslimin. Masuknya mereka ke agama Islam, lebih karena pertimbangan strategis, bukan karena kesadaran spiritual.

Sebagaimana Muawiyah, mereka juga masih memandang situasi politik Islam dari perspektif kesukuan (ashobiyah). Sehingga mereka melihat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib adalah representasi dari kepemimpin Bani Hasyim atas mereka – terlebih setelah wafatnya Ali, masyarakat Irak dan Iran secara aklamasi memilih Hasan bin Ali sebagai penggantinya.

Namun Hasan bin Ali memahami sepenuhnya apa yang sedang terjadi. Soal kebijaksanaan Hasan bin Ali, tidak ada satupun kelompok yang meragukannya. Meski secara kalkulatif jumlah pendukungnya jauh lebih banyak dari Muawiyah, namun ia mempertimbangkan kemaslahatan kaum Muslimin seluruhnya.

Berusaha untuk tidak memperuncing permusuhan yang berlandaskan isu kesukuan ini – yang berpotensi besar membelokkan makna kepemimpinan dalam tradisi kaum Muslimin – akhirnya beliau memutuskan untuk mengikat perjanjian damai dengan Muawiyah.



Sumber Berita kalam.sindonews.com

#Kisah #Khalifah #Muawiyah #Mengganti #Sistem #Demokratis #Monarki

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved