Kekerasan Seksual Dan Pelanggaran Berat Prinsip Hak Asasi Manusia – Bagyanews.com
Connect with us

Editorial

Kekerasan Seksual Dan Pelanggaran Berat Prinsip Hak Asasi Manusia

Published

on

Kekerasan Seksual Dan Pelanggaran Berat Prinsip Hak Asasi Manusia

[ad_1]

Kekerasan Seksual Dan Potensi Pelanggaran Berat Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Islam

BagyaNews.comKekerasan seksual yang terjadi dan marak akhir-akhir ini adalah sebentuk kejahatan yang tidak bisa diampuni dan lekas diselesaikan. Predator-predator seksual harus diburu, dan setiap kezaliman seksual harus dihentikan, karena Islam menghendaki hal itu!

Setiap tindakan kekerasan seksual, pelecehan seksual ataupun bentuk lain dari kezaliman-kezaliman seksual tidak pernah akan dibenarkan dalam Islam. Postulat bahwa Islam adalah agama yang tidak hanya menghendaki kemaslahatan agama dan akhirat, tapi juga kemaslahatan sosial dan perkara duniawi, adalah prinsip dasar mengapa seluruh bentuk kezaliman yang berujung pada kemungkaran, kerugian dan konsekuensi buruk tidak akan pernah mendapatkan tempat dalam Islam.

Di tengah meruaknya kasus-kasus kekerasan seksual yang bahkan berujung kepada hilangnya nyawa korban, kita mungkin perlu kembali bertanya; apakah keadilan gender dan keyakinan bahwa Islam memuliakan perempuan sudah sepenuhnya ditunaikan? Dan tampaknya, beberapa kejadian yang terjadi akhir-akhir ini, yang membuat kita tertegun dan miris, “belum” adalah jawaban yang lebih cocok. Dan di sinilah mestinya kita mulai berpikir dan bertanya, mengapa kenyataan faktual dan doktrinal yang kita amini selama ini, bahwa Islam menyediakan tempat yang setara bagi umatnya untuk diberikan hak berupa keadilan dan keamanan tak kunjung bisa kita praktikkan?

Sedari awal, Islam sendiri nyatanya memiliki koridor dan prinsip hak asasi manusia yang wajib dijadikan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan hukum. Yang pertama adalah hak untuk beragama, kedua adalah hak untuk hidup, ketiga adalah hak untuk berpikir, keempat adalah hak untuk memiliki harta dan terakhir adalah hak untuk berketurunan. Dan fenomena kekerasan seksual yang terjadi belakangan, tanpa harus didiskusikan lagi, nyata-nyata telah melanggar seluruh prinsip tersebut.

Hak untuk beragama bukan hanya dimaknai hak untuk berkeyakinan dan melakukan setiap ritual peribadatan dengan tenang. Hak beragama atau hifdzud din juga berarti agama menjamin ketenangan dan kesehatan spiritualitas seseorang. Kekerasan seksual yang dialami oleh para korban, jelas-jelas akan merusak hak spiritual semacam ini. Ada perasaan bersalah, merasa diri kotor dan diselimuti dosa, sembari menanggung perasaan yang ambigu, para korban bisa dijamin tidak akan pernah tenang, termasuk dalam menjalankan seluruh perintah agama yang dianutnya.

Prinsip hak asasi kedua yang dilanggar dalam setiap tindak kriminal kekerasan seksual adalah hak untuk hidup. Kasus seorang perempuan muda bernama Novia menjadi bukti nyata bertapa kekerasan dan perbudakan seksual dengan serius akan mengarahkan korban kepada kematian. Kasus Novia bukan hanya menjadi bukti bahayanya konsekuensi dari tindak kekerasan seksual, tapi juga mewakili satu fenomena yang lebih massif, yang mungkin memakan korban lebih dari satu yang tidak kita ketahui sebelumnya.

Demikian pula, kekerasan seksual dengan jelas menyalahi dan melanggar hak untuk sehat secara pikiran. Kesehatan pikiran dan mentalitas adalah kunci bagi seseorang untuk hidup bahagia. Dengan pikiran yang kalut dan penuh dengan masalah, seseorang dimungkingkan akan mengalami depresi dan bukan tidak mungkin juga akan berakhir kepada kematian. Perempuan-perempuan muda korban kekerasan seksual, yang seharusnya hidup bahagia dengan masa mudanya, ambisinya, dan mimpi-mimpinya di masa depan, seketika mengalami putaran balik yang menjurus kepada keterpurukan.

Tak terkecuali juga, kekerasan seksual yang dilakukan oleh para predator-predator seks akan berujung pada pelanggaran hifdzul mal. Tidak sedikit korban pelecehan seksual terjadi pada perempuan-perempuan karir yang bekerja untuk mencukupi kehidupannya dan keluarganya. Dan tidak sedikit korban pelecehan tersebut yang kemudian merasa was-was, takut dan khawatir, sehingga ia pun terpaksa berhenti melakukan aktivitasnya seperti sebelumnya. Perempuan-perempuan pejuang yang selama ini bertaruh untuk turut menghidupi diri dan keluarganya, seketika diam meringkuk di rumahnya dengan pikiran kalut dan gelap. Siapa yang jadi korban? Bukan hanya si korban, tapi juga orang-orang yang menyandarkan hidup padanya; keluarganya!

Kekerasan seksual juga pada akhirnya akan melanggar hak berketurunan yang harusnya dimiliki semua orang. Kasus seorang ustadz yang memperkosa dan menghamili santri-santri perempuannya akhir-akhir ini, menjadi bukti yang nyata betapa kekerasan seksual dengan mudah merebut seluruh hak korban, termasuk hak reproduksi dan berketurunan. Santriwati-santriwati yang dihamili dan melahirkan anak tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk menikmati manisnya asmara dan dengan merdeka memilih pasangannya. Karena si ustadz predator tersebut, perempuan-perempuan muda tersebut melupakan masa depannya, mengubur mimpi-mimpinya dan tidak lagi punya pilihan selain hidup dalam ancaman.

Alhasil, kekerasan seksual adalah kejahatan yang tidak bisa diberi ampunan. Ia tidak hanya merenggut hidup dan seluruh hak korban, tapi juga merenggut seluruh hidup orang-orang di sekitar korban.

[ad_2]

Sumber Berita harakah.id

#Kekerasan #Seksual #Dan #Pelanggaran #Berat #Prinsip #Hak #Asasi #Manusia

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved