Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
Sebelum saya memasuki aspek-aspek penting dari Isra’ Mi’raj, saya ingin merespons kepada pihak-pihak yang berusaha mengaburkan, bahkan membangun keraguan tentang peristiwa agung dalam sejarah Islam ini. Bahkan mereka dengan penuh percaya diri (istilah positif) atau penuh keangkuhan (istilah negatif) mengingkari eksistensi Isra Mi’raj yang telah menjadi konsensus Umat selama ini.
Saya memulai dengan mengutip ayat yang pepuler tentang Perjalanan suci Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini: “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya dari masjidil haram ke Masjidil Aqsa, yang Kami telah berkahi di sekitarnya. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Surah Al-Isra)
Baca Juga: Mengapa Sandal Rasulullah SAW Diizinkan Menembus Sidratul Muntaha?
Pada umumnya masyarakat awam ketika mendengar kata Isra dan Mi’raj hanya berpatokan kepada satu ayat Al-Qur’an, Surah Al-Isra atau Surah Bani Israil ayat satu. Mereka gagal memahami bahwa Al-Qur’an dalam menyampaikan informasi tentang Al-Haq (kebenaran) tidak memakai rentetang ayat per ayat atau surah per surah. Justru terkadang sebuah masalah hanya menjadi tuntas jika dipahami secara menyeluruh dan sempurna berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada sisi lain ada juga pihak-pihak yang mencoba merendahkan posisi Sunnah atau hadits-hadits dalam upaya memahami kebenaran. Seolah hadits-hadits karena sekadar diatributkan ke Rasulullah tidak dapat dijadikan sebagai basis kesimpulkan tentang sebuah kebenaran.
Akibatnya dalam hal Isra Mi’raj ada sekolompok manusia yang merasa pintar, kemudian mengingkari kebenarannya. Mereka kemudian memberikan penafsiran-penafsiran seenak hawa nafsunya sendiri berdasarkan analisa otaknya yang sempit. Dengan otak hawa nafsu itu mereka kemudian menafikan kebenaran Isra, apalagi Mi’raj.
Pemikiran hawa nafsu itu mengatakan bahwa Isra itu sendiri sesungguhnya bukan ke Jerusalem. Tapi perjalanan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Aqsa yang dimaksud adalah “tempat yang jauh”. Sehingga ayat itu dipahami secara terbuka. Bukan secara spesifik Jerusalem. Sebagian memahaminya jika Isra pada ayat itu merujuk kepada perjalanan atau Hijrahnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari Makkah ke Madinah.
Pendapat ini batal sekaligus batil dalam banyak hal. Pertama, kalau yang dimaksud adalah Hijrah Rasul, maka saat itu belum ada masjid di Madinah. Justeru masjid pertama yang didirikan oleh Rasul di Madinah adalah masjid Kuba. Kedua hijrah bukan dari masjidil haram awalnya. Tapi dari rumah baginda menuju Gua Tsur lalu ke Madinah.
Mereka kemdian mengingkari eksistensi Mi’raj karena menurutnya tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Benarkah tidak disebutkan dalam Al-Qur’an?