وقال النائم يوقظ والغافل يذكر ومن لم يجد فيه التذكير والتنبيه فهو ميت
“Orang yang tidur (harus) dibangunkan dan orang yang lupa (harus) diingatkan. Dan siapapun yang dalam dirinya tidak ada kemanfaatan pengingat dan peringatan maka dia adalah mayat.”
Ulama besar Yaman pengarang Ratib Al-Haddad, Al-Habib Abdullah Al-Haddad (1634-1720) menjadikan perumpamaan orang tidur dan orang yang lupa untuk segera dibangunkan atau diingatkan. Begitu pula keadaan manusia yang penuh dengan kelalaian. Dia harus diingatkan. Ada yang lalai seperti orang tidur dan ada pula yang seperti orang lupa, bahkan ada yang lalai seperti orang mati; tidak bisa lagi diingatkan dan ditegur.
Maka coba nasihat beliau ini kembalikan kepada kita, apakah kita ini orang yang tidur atau orang yang lupa atau seperti mayit yang sudah tidak bisa diberikan nasehat dan manfaat.
انما تنفع الموعظة من اقبل عليها بقلبه وما يتذكر إلا من ينيب
“Sesungguhnya nasehat itu hanya bermanfaat bagi orang yang menerimanya dengan hatinya. Dan tidak bisa menerima nasihat kecuali orang yang bertaubat.”
Penjelasan:
Nasihat itu hanya untuk orang tertentu (orang yang tidak memiliki sifat sombong). Sebagaimana yang diterangkan oleh Habib Segaf Baharun umumnya manusia itu tidak suka dinasehati, dipuja mereka senang, dimuliakan senang tapi tidak semua orang senang dinasehati dan diingatkan kesalahannya.
Kalimat yang digunakan Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah Hasyr menggunakan lafad “innama” (ambil yang berfungsi untuk membatasi) jadi memang tidak semuanya orang mau dan bisa di nasehati.
Di antara jalan hidayah yang terbaik dan paling kuat itu dengan nasehat dan hal inilah yang digunakan para mubaligh dengan tablighnya para muallif dengan karanganya yang dikemas seindah munkin sekiranya bisa diterima oleh yang membaca dan mendengar.
Kenapa Nasihat Susah Diterima?
Pertanyaannya, kenapa nasihat itu susah sekali diterima? Al-Habib Segaf menerangkan bahwa Iblis itu bukan makhluk yang bodoh. Bahkan sebelum dilaknat, Iblis itu makhluk yang paling alim dan paling banyak ibadahnya.
Coba bayangkan Iblis saja yang mempunyai kedudukan seperti itu masih tersesat dan tidak mendapatkan pertolongan dan hidayah dari Allah, apalagi manusia yang belum bisa dibanggakan ibadah dan keilmuannya.
Yang perlu kita ketahui, Iblis dengan keilmuannya telah mengetahui berbagai misteri kehidupan yang terdapat dalam Hadist dan Al-Qur’an yang berarti teori kebahagiaan, kesuksesan dunia akhirat yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadist itu sudah dihafal oleh Iblis sehingga dia menguasainya.
Lalu untuk apa Iblis menguasainya? untuk diajarkan kepada anak buahnya agar teori kebahagiaan itu tidak digunakan oleh manusia. Apa yang harus kita lakukan jika seseorang mau menerima nasehat kita atau sebaliknya dia malah mencaci maki kita?
Imam Al-Ghozali menerangkan dalam Kitab Bidayahnya:
ولا تعظن أحدا منهم ما لم تتوسم فيه أو مخايل القبول، وإلا لم يستمع منك وصار خصما عليك، إذا أخطئوا في مسألة، وكانوا يأنفون من التعلم منك، فلا تعلمهم؛ فلا تعلمهم؛ ن فإنهم يستفيدون منك علما ويصبحون لك أعداء، إلا إذا تعلق ذلك بمعصية يقارفونها عن جهل منهم، فاذكر الحق بلطف من غير عنف.
Intinya ketika kita memberikan nasehat ingat kembali ayat ini :
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al-Qasas: 56)
Jika yang kita nasehati mau menerima ajakan kita, jangan menjadi ujub berbangga diri dengan berkata: “Aku yang menasehati dia, aku yang memotivasi dia sehingga dia berubah dia hijrah dan lain-lain kerena hal itu akan mejadikan kita sombong.”
Jika yang kita nasehati menolak karena kesombonganya bahkan merendahkan dan mencaci kita maka ingatlah ayat di atas. Insya Allah nasihat dan dakwah yang kita sampaikan akan bernilai ibadah di sisi Allah. Dialah Allah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.
Wallahu A’lam
Baca Juga: Mengalami Kesulitan Hidup? Begini Nasehat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
(rhs)