Hukum Shalat Pasien dengan Selang atau Kateter Urine – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Hukum Shalat Pasien dengan Selang atau Kateter Urine

Published

on

Hukum Shalat Pasien dengan Selang atau Kateter Urine


BagyaNews.com Kondisi pasien semacam ini adalah di luar kondisi normal dan bisa dimasukkan ke dalam kondisi darurat. Karena itu, ketentuannya mengikuti ketentuan yang ada dalam kondisi darurat.

Hukum Shalat Pasien dengan Selang atau Kateter Urine. Ustadz, ibu saya yang sudah tua, sedang di rawat di rumah sakit. Setiap hari terbaring di atas ranjang. Beliau harus menggunakan selang atau kateter urine. Apakah sah, shalat dengan selang atau keteter urine, meningat berarti beliau shalat dengan membawa najis? Demikian pertanyaan saya.

Ketentuan asal, sebelum melaksanakan ibadah shalat, seseorang harus dalam keadaan suci. Baik dari hadas kecil, hadas besar maupun najis.

Kondisi dirawat dengan dipasang  selang kencing atau kateter urine ini pasti akan sangat repot jika harus dilepas setiap hendak bersuci untuk shalat. Mencopot sendiri selang infus dan kateter urine jelas sulit bagi pasien dan bisa jadi membahayakan. Di sisi lain, jika tidak dicopot, maka otomatis ia tersambung dengan benda najis atau membawa benda najis saat shalat. Dalam ketentuan dasar, kondisi semacam ini dapat membatalkan shalat.

Tetapi, yang perlu digarisbawahi, kondisi pasien semacam ini adalah di luar kondisi normal dan bisa dimasukkan ke dalam kondisi darurat. Karena itu, ketentuannya mengikuti ketentuan yang ada dalam kondisi darurat.

Dalam kondisi ini, ia tergolong orang yang tidak mampu menghilangkan najis yang ada pada badannya. Dalam kondisi semacam ini, ketentuannya adalah pasien tersebut tetap wajib melaksanakan shalat untuk menghormati kemuliaan waktu shalat, sekalipun dengan membawa najis saat shalat. Imam Abu Ishaq al-Shirazi, ulama terkemuka dalam mazhab Syafi’i mengatakan;

فَإِذَا كَانَ عَلَى بَدَنِهِ نَجَاسَةٌ غَيْرُ مَعْفُوٍّ عَنْهَا وَعَجَزَ عَنْ إزَالَتِهَا وَجَبَ أَنْ يُصَلِّيَ بِحَالِهِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ لِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ” وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بشئ فاتوا منه ما استطتم ” رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Ketika pada badan seseorang terdapat najis yang tidak dimaafkan, dan dia tidak mampu menghilangkannya, dia wajib shalat dengan kondisinya itu untuk menghormati kemuliaan waktu shalat. Hal ini didasarkan hadis riwayat Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda; ketika saya memerintahkan kalian melakukan sesuatu, laksanakan lah sesuai kemampuan kalian (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, jilid 3, hlm. 136).

Rasulullah SAW memerintahkan agar kita senantiasa menjalankan perintah beliau semampunya. Ketika kita tidak mampu shalat dengan memenuhi syarat-syaratnya seperti harus bersuci dulu dari najis, maka kita tetap jalankan shalat sekalipun dengan membawa najis yang tidak dimaafkan tersebut. Ini karena kondisi darurat, yaitu ketidakmampuan menghilangkan najis.

Berangkat dari sini, hendaknya setiap memasuki waktu shalat, pendamping pasien mengosongkan kantong penampung urine. Sisa najis yang ada dalam selang, termasuk najis yang dimaafkan. Imam Ibnu Imad mengatakan,

 قَالَ ابْنُ الْعِمَادِ وَيُعْفَى عَنْ قَلِيلِ سَلَسِ الْبَوْلِ فِي الثَّوْبِ وَالْعِصَابَةِ بِالنِّسْبَةِ لِتِلْكَ الصَّلَاةِ خَاصَّةً

Ibnu Imad berkata, dan bekas beser yang terdapat pada pakaian atau perban dimaafkan, khusus untuk pelaksanaan shalat tersebut. (Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj wa Hawasyi al-Syarwani wa al-‘Ubbadi, jilid 1, hlm. 395).

Dalam kasus orang yang memakai selang urine, pastinya masih akan tersisa bekas kencing pada selang yang dipakai. Namun, jika dilihat secara seksama, jumlahnya sangat sedikit. Mungkin hanya menempel pada dinding selang saja. Karena itu, perlu kiranya dibersihkan dulu kantong penampung urin agar statusnya tergolong sedikit. Sekalipun, jika kondisi lebih sulit, seseorang dapat mengikuti pendapat yang mengatakan najis kencingnya banyak pun tidak masalah. Imam Ibnu al-Ri’fah, seorang ulama mazhab Syafi’i lainnya, mengatakan;

قَالَ ابْنُ الرِّفْعَةِ سَلَسُ الْبَوْلِ وَدَمُ الِاسْتِحَاضَةِ يُعْفَى حَتَّى عَنْ كَثِيرِهِمَا

Ibnu al-Rif’ah berkata; beser kencing dan darah istihadah itu dimaafkan, sampai yang jumlahnya banyak juga demikian (Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj wa Hawasyi al-Syarwani wa al-‘Ubbadi, jilid 1, hlm. 395).

Demikian ulasan singkat hukum shalat pasien dengan selang kencing atau kateter urine. Semoga kita senantiasa diberi kesehatan dan dapat menjalan ibadah dengan sebaik-baiknya.





Sumber Berita harakah.id

#Hukum #Shalat #Pasien #dengan #Selang #atau #Kateter #Urine

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved