Di Indonesia, Isra Mikraj ini diperingati setiap tahun dan menjadi salah satu hari libur nasional PBHI (peringatan Hari Besar Islam). Bagaimana hukum merayakan Isra Mikraj?
Baca Juga: Isra’ Mikraj dan Kisah Nabi Melewati 7 Lapis Langit
Ustaz Farid Nu’man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) mengatakan bahwa hal ini sering diperselisihkan para ulama. Perbedaan pendapat dalam hal ini sudah lama karena memang mustahil menghilangkan perbedaan pendapat fiqih. Bahkan perbedaan pendapat sudah terjadi sejak masa sahabat Nabi, di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pihak yang Melarang
Di antaranya para ulama Arab Saudi dan pengikutnya di dunia. Termasuk para ulama di Asy-Syabakah Al-Islamiyyah, yang diketuai oleh Syekh Abdullah Al-Faqih hafizahullah. Mereka beralasan, bahwa hal ini tidak ada dasarnya dalam Islam. Jika memang baik niscaya umat terbaik sudah mencontohkannya.
Mereka mengatakan: “Sesungguhnya acara maulid yang dilaksanakan pada malam Isra Mi’raj adalah bid’ah, dan bukan berasal dari agama Islam yang mana Allah Ta’ala utus Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengannya. Hal ini karena beberapa alasan, pertama, Nabi dan para sahabatnya yang mulia, serta para imam Islam, tidak pernah membuat acara pada malam Isra dan Mi’raj.
Jika memang memperingatinya adalah hal yang disyariatkan niscaya mereka akan lebih dahulu melakukannya dibanding kita, karena mereka generasi yang paling bersemangat dibanding kita dalam melakukan kebaikan dan mengejar pahala yang besar. (Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 38815)
Pihak yang Membolehkan
Pihak yang membolehkan seperti Darul Ifta’ al Mishriyyah, termasuk para ulama di Indonesia umumnya. Alasannya hal-hal baru yang sejalan dengan ajaran Islam itu tidak terlarang. Bukan termasuk bid’ah yang tercela. Betapa sering para sahabat nabi melalukan hal-hal atas inisiatif mereka namun tidak ada yang mengingkarinya.
Mereka memfatwakan: