Baca juga: Mengucapkan Talak Karena Emosi atau Canda, Ini konsekuensi Hukumnya
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” mengatakan bahwa : Imam Jauhari berkata : Aqiqah ialah “Menyembelih hewan pada hari ketujuhnya dan mencukur rambutnya.”
Sedangkan Imam Ahmad rahimahullah dan jumhur ulama berpendapat bahwa apabila ditinjau dari segi syar’i maka yang dimaksud dengan aqiqah adalah makna berkurban atau menyembelih (An-Nasikah).
Dalil-dalil syar’i tentang aqiqah ini, di antaranya, Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” [HR Bukhari)
Baca juga: Ketika Amal Saleh Boleh Dipertontonkan, Apa Syarat-syaratnya?
Kemudian hadis dari Aisyah radhiyallahu’anha dia berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” (HR Ahmad)
Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya.” (HR Ahmad, sanadnya Hasan)
Perintah aqiqah hukumnya adalah sunnah muakkad. Apabila pada hari ke tujuh dari hari kelahiran anak belum terlaksana penyembelihan aqiqah maka boleh dilaksanakan setelah hari ke tujuh dan bahkan hukumnya itu masih tetap sunnah. Selama anak tersebut belum baligh maka masih sunah di-aqiqahi kapan saja bila sempat dan kemampuan orangtuanya.