Tg DR Miftah el-Banjary MAPakar Ilmu Linguistik Arab, Pimpinan Majelis Dalail Khairat Indonesia-MalaysiaDalam ajaran al-Imam Muhyiddin Ibnu Arabi, waliyullah yang tertinggi dinamakan (القطب) Al-Qutb (kutub) atau poros alam. Ia kadang juga dinamakan (الغوث) “Al-Ghauts” (penolong) atau (سلطان الأولياء) Sulthan al-Awliya (raja para wali). Akan tetapi, sebagian membedakan antara Sulthan al-Awliya atau Ghauts dengan Qutb.
Menurut pandangan ini, semua Sulthan al-Awliya adalah Qutb, tetapi tidak semua Qutb adalah Sulthan al-Awliya/Ghauts al-Adham (الغوث الأعظم). Ada pula yang menyatakan bahwa maqam kedudukan “Wali al-Ghauts” ini merupakan pangkat tertinggi paling puncak yang menempati satu tingkat lebih tinggi di atas Wali Qutb dan satu tingkatan di bawah Nabi Khaidir ‘alaihisaalam.
Ada juga keterangan yang menyebut dengan istilah “Qutb al-Aqtab” (قطب الأقطب) atau kutubnya kutub. Ada pula keterangan menyebutkan Qutb memiliki dua wakil, yakni dinamakan Wali Aimmah (ولي الأئمة).
Salah satu wali Aimah, yakni “Imam Kanan” hanya mengetahui (عالم الملكوت) Alam Malakut (alam kekuasaan, alam gaib); dan yang satunya “Imam Kiri” hanya mengetahui (عالم الملك) Alam Mulk (alam kerajaan, alam dunia jasmani).
Qutb al-Ghauts adalah pusat daya-daya spiritual. Ia mengumpulkan semua maqam. Ia adalah kutub semesta lahiriyah maupun semesta batiniah, yang semuanya berputar di sekelilingnya, seperti Ka’bah yang menjadi sumbu perputaran dalam thawaf.
Kadang-kadang Qutb diberi kekuasaan eksternal (politik) atas seluruh umat. Empat khalifah pertama pasca Nabi (Khalifah Abu Bakar bin Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab Khalifah Utsman bin Affan dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib) adalah Qutb Agung atau Sulthan al-Awliya, yang memiliki kekuasaan politik.
Tetapi kebanyakan Qutb hanyalah penguasa rohani, dan tidak memiliki kekuasaan politik. Abu Yazid al-Busthami dan Maulana Rumi ialah contoh dari jenis wali ini. Mayoritas wali qutb tidak memiliki kekuasaan eksternal.
Setiap Zaman Hanya Ada 1 Wali Qutub
Dalam setiap zaman hanya ada satu wali Kutub atau dalam pendapat lain, satu Sulthan Awliya, di mana semua wali berputar di sekelilingnya, dan pandangan ini hampir disepakati. Seperti dijelaskan oleh Hakim al-Tirmidzi, Syekh al-Akbar Ibnu ‘Arabi, dan al-Hujwiry.
Meski sudah menjadi kesepakatan hanya ada satu Sulthan Awliya di setiap zaman, namun dalam kenyataan sejarah kita kerap menjumpai kabar bahwa ada lebih dari satu syekh sufi yang hidup dalam kurun waktu yang sama, atau berdekatan, tetapi dianggap sebagai Qutb atau Sulthan Awliya.