BagyaNews.com – Ibnu Manzhur meriwayatkan dalam kitab Mukhtashar Tarikh Dimasyq bahwa Na’ilah binti al-Farafisa adalah istri Utsman yang paling istimewa (kanat min ahzha nisa’ihi ‘indahu). Para parawi berkata, “Utsman menikahi Na’ilah saat masih menganut agama Kristen.”
Nikah beda agama. Belakangan viral pasangan menikah beda agama. Seorang perempuan dengan hijab telah berpose bersama pasangannya, diduga setelah melakukan pemberkatan di gereja. Kasus tersebut terjadi di sebuah gereja di Semarang. Perdebatan kembali terjadi mengenai isu ini.
Pro dan kontra tak terhindarkan. Sekalipun sebenarnya, isu nikah beda agama adalah isu lama yang belum selesai didiskusikan hingga hari ini. Negara di satu sisi memiliki aturan yang mengatur pernikahan sesuai aturan agama, tetapi di sisi lain memang tidak punya regulasi yang mengkriminalkan tindakan nikah beda agama. Peluang terakhir ini yang agak dimanfaatkan oleh mereka yang ingin tetap menikah beda agama dan kelompok yang mendukung.
Terlepas dari perdebatan dan polemik di media sosial, ada cerita dimana khalifah ketiga umat Islam, yaitu Utsman bin Affan pernah melakukan nikah beda agama. Ceritanya, pada tahun 28 H., Utsman bin Affan mengangkat Said bin al-Ash sebagai gubernur Kufah. Said bin al-Ash kemudian menikahi seorang perempuan Kristen bernama Hindu binti al-Farafisha.
Mendengar berita pernikahan bawahannya, Utsman bin Affan bertanya kepada Said bin al-Ash: balaghani annak tazawwajta imra’ah, fa akhbirni ‘an hasabiha wa jamaliha (telah sampai kepadaku berita bahwa engkau telah menikahi seorang perempuan, jelaskan kepadaku tentang keluarga dan kecantikannya). Setelah mendapat jawaban dari Said bin al-Ash, Utsman bin Affan mengirim surat kembali, in kana laha ukhtun fa zawwijniha (jika istrimu punya saudari, nikahkanlah ia denganku).
Lalu, Said bin al-Ash memanggil ayah mertuanya yang bernama al-Farafisa. Said bin al-Ash berkata, “Nikahkan puterimu dengan Amirul Mukminin.” Mendengar permintaan tersebut, al-Farafishah tidak merasa keberatan. Ia segera memerintahkan puteranya yang bernama Dhab untuk menikahkan saudarinya dengan pemimpin tertinggi.
Kebetulan, al-Farafisa beragama Nasrani. Begitu pula dengan anak-anaknya, kecuali anak laki-lakinya yang bernama Dhab yang memilih masuk Islam. Saudara perempuan Dhab yang dimaksud adalah Na’ilah bin al-Farafisa. Dhab bahkan mengantarkan Na’ilah ke Madinah menemui Utsman bin Affan.
Dalam perjalanan ke Madinah, Na’ilah membuat syair yang menunjukkan kesedihannya karena harus meninggalkan keluarga dan kampung halamannya. Setelah bertemu dengan Utsman bin Affan, keduanya menjalani kehidupan yang harmonis.
Dikisahkan pada malam pengantin, Utsman memasukin kamar Na’ilah. Utsman melepas kopiahnya. Tampaklah kebotakan di kepala Utsman. Utsman berkata, “Jangan sedih melihat apa yang engkau lihat. Engkau akan menemukan apa yang kau harapkan nanti.” Na’ilah menjawab, “Aku adalah jenis perempuan yang senang dengan pria botak.” Utsman berkata, “Aku yang mendatangimu, atau engkau yang mendatangimu?” Na’ilah mengatakan, “Aku sudah pernah menempuh perjalanan yang lebih jauh, dari Samawah ke Madinah, tentu aku akan terus mendatangimu.”
Ibnu Manzhur meriwayatkan dalam kitab Mukhtashar Tarikh Dimasyq bahwa Na’ilah binti al-Farafisa adalah istri Utsman yang paling istimewa (kanat min ahzha nisa’ihi ‘indahu). Para parawi berkata, “Utsman menikahi Na’ilah saat masih menganut agama Kristen.”
Na’ilah adalah saksi mata tewasnya Utsman bin Affan di tangan demonstran yang mengepungnya selama beberapa hari. Beberapa jari tangannya terpotong oleh pedang demonstran saat melindungi tubuh Utsman. Ada kisah bahwa pada akhirnya Na’ilah binti Farafisa masuk Islam.