Berjamah dalam Shalat Sunnah yang Tidak Dianjurkan Berjamaah – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Berjamah dalam Shalat Sunnah yang Tidak Dianjurkan Berjamaah

Published

on

Berjamah dalam Shalat Sunnah yang Tidak Dianjurkan Berjamaah


BagyaNews.comJika ada masyarakat yang melakukan shalat-shalat Sunnah yang tidak dianjurkan berjamaah secara berjamaah? Apakah haram, boleh, atau makruh? Apakah berjamaahnya berpahala?

Dalam Islam, ada banyak ibadah yang diajarkan. Ada ibadah yang bersifat wajib, ada pula yang bersifat anjuran. Wajib artinya harus dilakukan, karena jika tidak, seseorang akan mendapatkan dosa. Dianjurkan artinya jika tidak dilakukan seseorang tidak berdosa, tetapi ia didorong untuk melaksanakan ibadah semacam itu.

Salah satu ibadah Sunnah adalah shalat-shalat Sunnah. Dalam Islam dikenal banyak sekali shalat Sunnah. Para ulama membagi shalat Sunnah menjadi dua macam jika dilihat dari segi cara pelaksanaannya, apakah dianjurkan untuk berjamaah atau tidak. Pertama, shalat Sunnah yang dianjurkan berjamaah seperti shalat tarawih, shalat Id, shalat witir pada bulan Ramadhan, istisqa’, gerhana dan lainnya.

Kedua, shalat Sunnah yang tidak dianjurkan dilakukan secara berjamaah. Hal ini seperti shalat tahajud, shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, shalat hajat, shalat tasbih dan lainnya. Shalat Sunnah jenis ini dianjurkan dalam pelaksanaannya secara infirad (sendiri tanpa berjamaah).

Muncul pertanyaan, bagaimana jika ada masyarakat yang melakukan shalat-shalat Sunnah yang tidak dianjurkan berjamaah secara berjamaah? Apakah haram, boleh, atau makruh? Apakah berjamaahnya berpahala?

Permasalahan ini telah dibahas oleh para ulama fikih dalam kitab-kitab mereka. Kesimpulannya, terkait dengan hukum berjamaah dalam shalat Sunnah yang tidak dianjurkan berjamaah, para ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa shalat Sunnah yang demikian hukumnya mubah. Boleh. Arti boleh di sini adalah tidak haram ataupun makruh.

Imam Al-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj Ila Syarhil Minhaj mengatakan,

 (صَلَاةُ النَّفْلِ قِسْمَانِ: قِسْمٌ لَا يُسَنُّ جَمَاعَةً) بِنَصَبِهِ عَلَى التَّمْيِيزِ الْمُحَوَّلِ عَنْ نَائِبِ الْفَاعِلِ: أَيْ لَا تُسَنُّ فِيهِ الْجَمَاعَةُ، وَلَوْ صُلِّيَ جَمَاعَةً لَمْ يُكْرَهْ لَا عَلَى الْحَالِ لِفَسَادِ الْمَعْنَى، إذْ مُقْتَضَاهُ نَفْيُ السُّنِّيَّةِ حَالَ الْجَمَاعَةِ لَا الِانْفِرَادُ، وَهُوَ غَيْرُ صَحِيحٍ

(Shalat Sunnah ada dua jenis; jenis yang tidak disunnahkan berjamaah) maksudnya tidak disunnahkan dalam pelaksanaannya untuk dilakukan secara berjamaah. Seandainya seseorang melakukannya secara berjamaah, maka tidak dimakruhkan. (Nihayatul Muhtaj Ila Syarhil Minhaj, jilid 2, hlm. 107)

Keterangan senada disampaikan oleh Imam Al-Bujairami dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami ‘Ala Syarhil Manhaj,

قَوْلُهُ: قِسْمٌ لَا تُسَنُّ لَهُ جَمَاعَةٌ) أَيْ: دَائِمًا وَأَبَدًا بِأَنْ لَمْ تُسَنَّ لَهُ أَصْلًا، أَوْ تُسَنُّ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ كَالْوِتْرِ فِي رَمَضَانَ، وَلَوْ صَلَّى جَمَاعَةً لَمْ يُكْرَهْ، لَكِنْ لَا ثَوَابَ فِيهَا وَحِينَئِذٍ يُقَالُ لَنَا: جَمَاعَةٌ لَا ثَوَابَ فِيهَا ح ل. وَذَهَبَ سم إلَى حُصُولِ ثَوَابِ الْجَمَاعَةِ وَاعْتَمَدَ شَيْخُنَا ح ف كَلَامَ ح ل وَنَقَلَ ع ش عَنْ سم عَلَى حَجّ أَنَّهُ يُثَابُ عَلَيْهَا، وَإِنْ كَانَ الْأَوْلَى تَرْكُهَا، وَهُوَ بَعِيدٌ اهـ

Pernyataan pengarang “Jenis yang tidak disunnahkan berjamaah”, maksudnya adalah shalat Sunnah yang selamanya, tidak disunnahkan sama-sekali berjamaah, atau disunnahkan berjamaah pada sebagian kesempatan seperti witir Ramadhan. Seandainya dilakukan secara berjamaah, maka tidak makruh. Tetapi tidak ada pahala dalam jamaah itu. Karena itu, dibuat ungkapan; kita punya shalat jamaah tapi tidak ada pahala di dalamnya. Burhanuddin Al-Halabi. Ibnu Qasim Al-Abbadi berpendapat diperolehny pahala berjamaah. Guru kami Al-Hifni berpegang pada perkataan Burhanuddin Al-Halabi. Ali Syibramalisi menukil dari Ibnu Qasim Al-Abbadi atas Ibnu Hajar Al-Haitami bahwa diberi pahala pelaksanaan jamaahnya. Yang lebih utama adalah meninggalkan jamaah semacam itu. Ini adalah pendapat yang jauh dari benar. (Hasyiyah al-Bujairami ‘Ala Syarhil Manhaj, 1, 274)

Keterangan serupa disebutkan oleh Imam Sulaiman Al-Jamal dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal ala Syarhil Manhaj dan Sayyid Bakri dalam kitab I’anah Al-Thalibin ala Halli Alfazh Fathil Mu’in. Yang disebut terakhir menulis;

(قوله: قسم لا تسن له جماعة) أي دائما وأبدا بأن لم تسن له أصلا، أو تسن في بعض الأوقات كالوتر في رمضان. قال في النهاية: ولو صلى جماعة لم يكره. اهـ. ونقل ع ش عن سم أنه يثاب عليها. وقال ح ل: لا يثاب عليها. قال البجيرمي: واعتمد شيخنا ح ف كلام ح ل. اهـ.

Pernyataan pengarang “Jenis yang tidak disunnahkan berjamaah”, maksudnya adalah yang selama tidak disunnahkan berjamaah sama-sekali. Atau yang tidak disunnahkan berjamaah dalam sebagian waktu seperti witir Ramadhan. Al-Ramli berkata dalam kitab Nihayah, “Jika dilakukan secara berjamaah, maka tidak makruh.” Ali Syibramalisi menukil perkataan Ibnu Qasim bahwa jamaah itu mendapat pahala. Al-Halabi berkata, “Tidak diberi pahala.” Al-Bujairami berkata, “Guru kami Al-Hifni berpegang pada pendapat Al-Halabi.” (kitab I’anah Al-Thalibin ala Halli Alfazh Fathil Mu’in, jilid 1, hlm. 284)

Dari penjelasan para ulama di atas dapat diketahui bahwa ada shalat Sunnah yang tidak dianjurkan berjamaah dalam pelaksanaannya. Tetapi, jika dilakukan secara berjamaah maka boleh (tidak makruh, apalagi haram). Kemudian, soal pahala; para ulama mazhab Syafi’I berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa jamaahnya berpahala. Ada pula yang berpendapat tidak berpahala.

Demikian ulasan singkat tentang Berjamah dalam Shalat Sunnah yang Tidak Dianjurkan Berjamaah, Apakah Dapat Pahala Jamaah? Jadi, Berjamah dalam Shalat Sunnah yang Tidak Dianjurkan Berjamaah merupakan masalah khilafiyah di kalangan ulama.



Sumber Berita harakah.id

#Berjamah #dalam #Shalat #Sunnah #yang #Tidak #Dianjurkan #Berjamaah

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved