Niat dalam melakukan
amal ibadah sudah pasti harus ikhlas. Akan tetapi, ada kalanya bila dilakukan terus menerus dan masif akhirnya bisa bercampur riya dan sum’ah. Apa itu
riya dan sum’ah ? Adakah perbedaan dan bahayanya?Riya’ asal katanya adalah
رَأَى
(ra’aa) yang maknanya melihat, artinya pelaku riya’ tersebut bermaksud memperlihatkan amalannya ketika dia melakukannya. Sedangkan sum’ah asal katanya adalanya
سَمِعَ
(sami’a) yang maknanya mendengar, artinya pelaku sum’ah tersebut bermaksud memperdengarkan amalannya setelah dia melakukannya.
Namun dalam penggunaannya secara umum sama, demikian pula hukumnya juga sama, keduanya termasuk syirik asghar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ. قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ
“Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgar.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik asghar, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik asghar adalah) riya’.” (HR. Ahmad)
Baca juga: Hati-hati Jaga Hati, Inilah 6 Tempat Riya Menurut Imam Al Ghazali
Lantas apa bahayanya riya dan sum’ah ini? Pada fitrahnya, manusia memiliki kecenderungan ingin dipuji dan takut dicela. Hal ini menyebabkan riya’ menjadi sangat samar dan tersembunyi. Terkadang, seorang merasa telah beramal ikhlas karena Allah, namun ternyata secara tak sadar ia telah terjerumus ke dalam penyakit riya’.
Muslimah, pernahkah kita mendengar langkah laki seekor semut? Suara langkahnya begitu samar bahkan tidak dapat kita dengar. Seperti inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kesamaran riya’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kesyirikan itu lebih samar dari langkah kaki semut.” Lalu Abu Bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah kesyirikan itu ialah menyembah selain Allah atau berdoa kepada selain Allah disamping berdoa kepada selain Allah?” maka beliau bersabda.”Bagaimana engkau ini. Kesyirikan pada kalian lebih samar dari langkah kaki semut.” (HR Abu Ya’la Al Maushili dalam Musnad-nya, tahqiq Irsya Al Haq Al Atsari, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Targhib)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan bahaya riya’ atas umat Islam melebihi kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal. Disebutkan dalam sabda beliau: “Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal.” Kami menyatakan, “Tentu!” beliau bersabda “Syirik khafi (syirik yang tersembunyi). Yaitu seseorang mengerjakan shalat, lalu ia baguskan shalatnya karena ia melihat ada seseorang yang memandangnya.”
Perilaku sum’ah pun tidak begitu berbeda dengan riya’. Misalnya seseorang bersedekah, kemudian orang tersebut menceritakan kepada tetangga – tetangganya. Atau dia awalnya membersihkan masjid, kemudian ia menceritakanya kepada orang lain. Bisa juga seseorang yang berpuasa, kemudian ia menceritakanya dengan dilebih – lebihkan kepada orang lain. Secara tidak sadar orang ini ingin orang lain mendengar apa yang telah dilakukannya. Awalnya ikhlas namun selanjutnya jadi bercampur sum’ah.