BagyaNews.com – Sejarah mencatat rapi akan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan Sya’ban. Inilah beberapa peristiwa penting di bulan Sya’ban.
Ada peristiwa penting di bulan Sya’ban. Setiap hal dan keadaan memiliki pelbagai jejak historis, baik dalam agama Islam ataupun agama lain, sebagaimana presiden pertama negara Indonesia Ir. Soekarno selalu mengampanyekan slogan JAS MERAH, yang bermakna JAngan Sampai MElupakan sejaRAH. Tentunya slogan ini bukanlah tanpa makna dan cuitan semata, namun mengajarkan betapa pentingnya mengingat sejarah yang pernah terjadi di masa lalu.
Sejarah mencatat rapi akan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan Sya’ban, yang mana hal tersebut perlu diperhatikan serta ditelaah bersama oleh kalangan umat muslim, seperti perpindahan qiblat umat muslim dari baitul maqdis ke ka’bah, sekalipun ulama’ berbeda pendapat akan hal itu, namun pendapat yang lebih disepakati mayoritas ulama’ ialah perpindahan kiblat dari baitul maqdis ke ka’bah terjadi pada bulan Sya’ban, tepatnya di permulaan tahun 18 hijriah. Hal ini tertera dalam kitab as-Sirah an-Nabawiyah Ibnu Katsir.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa awal mula qiblat umat muslim pada masa Rasulullah ialah baitul maqdis, hal itu termaktub jelas dalam kitab Al-bayan fi Madzhab Imam As-syafi’i. Rasulullah melangsungkan ibadah –sholat- kepada Allah dengan menghadap qiblat baitul maqdis selama berada di tanah Mekkah sebelum hijrah, namun sejatinya Rasulullah lebih senang menghadap ke ka’bah karena ka’bah merupakan qiblat nenek moyang beliau, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Selang beberapa lama, Rasulullah merasakan hal yang aneh dengan menghadap qiblat baitul maqdis karena baitul maqdis bukan hanya qiblat umat muslim di kala itu namun qiblat kaum yahudi pun baitul maqdis. Perasaan itu terus menghantui Rasulullah hingga akhirnya beliau hijrah ke madinah dengan tetap beribadah menghadap kiblat baitul maqdis selama enam bulan lamanya.
Perasaan gundah gulana menimpa Rasulullah kaitannya dengan kiblat baitul maqdis, lalu beliau mengadu kepada Malaikat Jibril –malaikat penyampai wahyu- agar disampaikan kepada Allah -sang maha pengabul keinginan- bahwa beliau lebih senang menghadap kiblat ke ka’bah, kiblat para nenek moyang beliau dan tak ayal Malaikat jibril pun mengadukan hal itu kepada Allah SWT, tak selang beberapa lama turunlah ayat yang mengabarkan bahwa Allah mengabulkan permintaan Rasulullah sang kekasih dan utusan Allah, akhirnya qiblat pun yang sedari awal berada di baitus maqdis kemudian pindah ke ka’bah hingga sekarang. Begini bunyi ayatnya:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh kami (Allah) sering melihat wajahmu menegadahkan ke langit, maka sungguh kami akan memalingkanmu ke qiblat yang kamu ridlai. Palingkanlah wajahmu ke arah masjidil haram. Dan dimanapun kamu berada, palingkanlah wajahmu kearahnya” (Al-baqarah:144)
Pengaduan Rasulullah kepada malaikat jibril berlangsung ketika Rasulullah mengimami sholat para sahabat di masjid, Imam ar-Romli menjelaskan hal itu dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj, bahwa semula Rasulullah berada di paling depan Masjid –tempat imam- kemudian tatkala Allah memerintahkan beliau untuk memalingkan tubuhnya ke ka’bah, maka secara otomatis posisi Rasulullah berbalik lalu berada di ujung masjid dan para sahabat pun mengikuti Rasulullah hingga mereka berada tepat di belakang Rasul dan membelakangi baitul maqdis, menghadap ka’bah. Imam Romli menegaskan bahwa kejadian tersebut lahir sebelum diharamkannya bergerak banyak yang bisa membatalkan sholat, demikian pula sebelum hukum berbicara termasuk membatalkan sholat diberlakukan.
Itulah sekelumit jejak historis perpindahan kiblat dari baitul maqdis ke ka’bah yang terjadi di bulan sya’ban. Lantas apa maksud yang tersirat dari kejadian ini? Dalam kitab Al-qaul al-Mubin Fi Sirah Sayyidil Mursalin terang menjelaskannya bahwa maksud dari kejadian ini, Allah membedakan antara qiblat orang musyrik-yahudi dan kiblat umat muslim serta agama Islam kembali ke khittah dengan menghadap kiblat ke ka’bah sebagaimana nenek moyang Rasulullah yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Tidak hanya satu peristiwa yang tercatat di bulan Sya’ban, penyetoran amal manusia di sisi Allah pun terjadi di bulan Sya’ban, oleh karenanya tidak heran ketika datang bulan Sya’ban para umat muslim bersalam-salaman dalam rangka saling bermaaf-maafan sebelum amal mereka disetorkan.
Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam kitab Madza Fis as-Sya’ban, menerangkan bahwa penyetoran amal umat manusia di bulan Sya’ban merupakan penyetoran amal besar-besaran layaknya sebuah penghelatan acara setor amal, di bulan Sya’ban lah penyetoran amal terbesar, karena penyetoran amal bukan hanya di bulan Sya’ban, sebagaimana adat mentradisikan saling bermaafan ketika bulan syawal tiba.
Pernyataan di atas bukanlah tanpa landasan dan pijakan, pijakan yang mendasari bahwa penyetoran amal terjadi di bulan Sya’ban sebagaimana hadist dari Usamah bin Zaid, tatkala bertanya kepada Rasulullah, seraya ingin mengetahui dan diajarkan amaliyah yang beliau lakukan. Begini teks aslinya:
عَن أُسَامَة بن زيد رَضِي الله عَنْهُمَا قَالَ قلت يَا رَسُول الله لم أرك تَصُوم من شهر من الشُّهُور مَا تَصُوم من شعْبَان قَالَ ذَاك شهر يغْفل النَّاس عَنهُ بَين رَجَب ورمضان وَهُوَ شهر ترفع فِيهِ الْأَعْمَال إِلَى رب الْعَالمين وَأحب أَن يرفع عَمَلي وَأَنا صَائِم رَوَاهُ النَّسَائِيّ
“Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, semoga Allah meridlai keduanya, dia bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah! Tidaklah aku pernah melihat engkau berpuasa di sebuah bulan –tidak diwajibkan puasa- dari beberapa bulan selain bulan Sya’ban, lalu Rasulullah menjawab: bulan Sya’ban merupakan bulan dimana para umat manusia tidak menyadari bahwa bulan antara bulan Rajab dan bulan Ramadlan tersebut merupakan sebuah bulan dimana segala amal perbuatan disetorkan kepada Allah SWT, lalu aku (Rasul) lebih senang amal perbuatanku disetorkan sedangkan aku dalam keadaan berpuasa”. (Al-mundziri, At-targhib wa At-tarhib)
Dua peristiwa penting di atas mengingatkan para umat muslim untuk kembali mentelaah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bulan Sya’ban. Sembari memperbanyak sholawat kepada Rasul, karena bulan Sya’ban merupakan bulannya Rasulullah dan memperbanyak membaca al-Qur’an, karena bulan Sya’ban merupakan bulannya Al-qur’an, maka tidak elok rasanya ketika tidak mentelaah kembali beberapa peristiwa penting yang terjadi di bulan Sya’ban.