Penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Quran membawa kita kepada paling tidak tiga hal pula yang perlu digarisbawahi, yaitu (1) Bahasa; (2) Konteks ayat-ayat; dan (3) Sifat penemuan ilmiah.Terkait bahasa, Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul ” Membumikan Al-Quran ,
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” menjelaskan disepakati oleh semua pihak bahwa untuk memahami kandungan Al-Quran dibutuhkan pengetahuan bahasa Arab.
Untuk memahami arti suatu kata dalam rangkaian redaksi suatu ayat, katanya, seseorang terlebih dahulu harus meneliti apa saja pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memperhatikan segala aspek yang berhubungan dengan ayat tadi.
Baca juga: Korelasi antara Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Menurut Quraish Shihab
Menurut Quraish Shihab, dahulu Al-Thabariy (251-310 H), misalnya, menjadikan syair-syair Arab pra-Islam (jahiliah) sebagai salah satu referensi dalam menetapkan arti kata-kata dalam ayat-ayat Al-Quran.
Bila apa yang ditempuh Al-Thabariy ini dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka penafsiran tentang ayat Al-Quran dapat saja sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. “Atau dengan kata lain, kita –yang hidup pada masa kini– tidak terikat dengan penafsiran mereka yang belum mengenal perkembangan ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Quraish Shihab mencontohkan, kata ‘alaq (terdapat dalam QS 96 :2) tidak mutlak dipahami dengan “darah yang membeku”, karena arti tersebut bukan satu-satunya arti yang dikenal oleh masyarakat Arab pada masa pra-Islam atau masa turunnya Al-Quran. Masih ada lagi arti-arti lain seperti “sesuatu yang bergantung atau berdempet”.
Dari sini, penafsiran kata itu dengan implantasi, seperti apa yang dikemukakan oleh embriolog ketika membicarakan proses kejadian manusia, tidak dapat ditolak.
Muhammad ‘Abduh berpendapat, adalah lebih baik memahami arti kata-kata dalam redaksi satu ayat, dengan memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadap kata tersebut dalam berbagai ayat dan kemudian menetapkan arti yang paling tepat dari arti-arti yang digunakan Al-Quran itu.
Metode ini, antara lain, ditempuh oleh Hanafi Ahmad dalam tafsirnya ketika memahami bahwa penggunaan kata dhiya’ untuk matahari dan nur untuk bulan ( QS 10 :5).