Mengenal Syaikh Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi, Salah Satu Ulama dan Penulis Terbaik Sirah Nabawiyah – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Mengenal Syaikh Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi, Salah Satu Ulama dan Penulis Terbaik Sirah Nabawiyah

Published

on

Mengenal Syaikh Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi, Salah Satu Ulama dan Penulis Terbaik Sirah Nabawiyah



loading…

Di antara ulama di zaman modern yang keilmuannya diakui oleh para ulama se-dunia adalah Syaikh Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi Rha.a. Beliau adalah ahli ilmu yang juga penulis terbaik sirah nabawiyah.

Membaca sejarah Syaikh Ali An-Nadwi, tidak bisa dilepaskan dari Maulana Ilyas Kandhalawi Rha.a (penggagas gerakan dakwah jamaah Tabligh) yang juga keturunan Abu Bakar Ass-Sidiq radhiyallahu’anhu. Maulana Ilyas ini mempunyai salah satu murid yang terkenal, dia adalah Syaikh Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi Rha.a. Beliau dijuluki oleh para ulama sebagai penulis Sirah Nabawiyah terbaik di dunia.

Baca juga: Surat Al-Qur’an untuk Mendapatkan Keturunan Anak Laki-laki

Syaikh Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi merupakan ulama besar yang tidak diragukan lagi kepakarannya dalam ilmu-ilmu Islam kontemporer. Ulama asal India yang lahir tahun 1332 H/1913 M (menurut wikipedia 1914 M) tersebut telah lama dikenal dengan karya-karyanya yang bermutu.

Bukunya yang paling terkenal di Indonesia adalah yang berjudul “Sirah Nabawiyah” dan “Kerugian Dunia dengan Keruntuhan Umat Islam.” Dua buku tersebut sempat menggemparkan dunia pergerakan Islam karena tajam dalam menganalisis secara ilmiah namun tidak melupakan sisi-sisi haroki (gerakan), hingga sekarang masih sangat menarik perhatian pembaca di dunia khususnya di Indonesia, meski sudah ditulis puluhan tahun yang lalu.

Baca juga: Hati-hati, Penyakit Hati Bisa Menyebabkan Kufur Nikmat

Menurut biografinya dalam buku “Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW” Syaikh An-Nadwi masih keturunan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, penghulu para sufi akhlaki di zamannya. Dikatakan nenek moyang keluarganya hijrah dari Madinah ke India untuk menyebarkan Islam serta memperbaiki aqidah umat dari bid’ah dan khurafat, sekitar abad 7 H. Sebutan An-Nadwi sendiri didapati setelah berdirinya Nadwatul Islam di mana beliau menjabat sebagai ketuanya sejak tahun 1961 M hingga wafatnya.

Menurut Ilham Martasya’bana, penggiat sejarah Islam, guru-guru Syaikh An-Nadwi sangat beragam, mulai dari pujangga Muhammad Iqbal, Syaikh Abdul Ali Al-Husaini (saudaranya sendiri), Syaikh Abdurrahman Mubarakfuri, Syaikh Muhammad Ilyas (pendiri gerakan Jamaah Tabligh) hingga ahli hadis Syaikh Husaini Ahmad Madani.

Baca juga: Rumah Tangga Tentram Karena Paham Agama

Syaikh An-Nadwi sendiri dikenal dengan pengetahuannya yang berlimpah dan sangat tajam daya kritisnya. Visinya yang modern dan integral menjadikannya mampu mengembangkan aktivitas dakwah serta pemikirannya ke berbagai bidang. Hal itu didukung oleh perjalanannya ke hampir semua negara di dunia.

Beliaulah pendiri Dewan Ilmu Islam di India dan menjabat sebagai ketuanya hingga akhir hayatnya, anggota Majelis Taksisi Rabithah Alam Islami, anggota Dewan Tinggi Masjid Internasional, anggota Dewan Fiqih Rabithah Alam Islami, anggota Dewan Kerajaan untuk riset peradaban Islam di Jordan, anggota Dewan Ilmu Pengetahuan dan Dewan Bahasa Arab di Damaskus.

Baca juga: Dukung Modernisasi Alutsista TNI, Komisi I Minta Sumber Pendanaannya Dikaji

Beliau juga anggota luar biasa di Majma Masri, anggota Majelis Pertimbangan di Universitas Madinah, anggota Dewan Pelaksana Darul Mushannifin di India serta pelopor pendirian Pusat Pengkajian Islam Universitas Oxford sekaligus menjadi ketua majelis lektor sejak didirikannya, selain itu beliau juga menjadi kepala Nadwatul Ulama di India.

Beliau telah melengkapi khazanah kepusatakaan Islam dengan lebih dari 50 judul buku dengan beragam tema, utamanya pemikiran Islam yang ditulis dalam empat bahasa yang dikuasainya yakni bahasa Arab, Urdu, Perancis dan bahasa Inggris.

Baca juga: Harga Minyak Mentah Dunia Melompat ke Level Tertinggi

Buku-bukunya yang terkenal antara lain “Sirah Nabawiyah”, “Madza Khasiral ‘Alam bi Inhithatil Muslimin” (Kerugian Dunia karena Kemunduran Umat Islam), “Rijalul Fikri Wadda’wah Fil Islam”, “Al-Arkan Al-Arba’ah”, “Asshira’ Bainal Fikrah Islamiyah wa Fikrah Gharbiyyah” dan “Rabbaniyah la Rahbaniyah”. Beliau wafat di penghujung abad 20, tahun 1999, suatu kehilangan besar bagi umat Islam di seluruh dunia.

Baca juga: Netanyahu Pilih Ribut dengan AS Daripada Melihat Iran Bersenjata Nuklir

Wallahu A’lam

(wid)



Berita Selengkapnya

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved