Begini Kondisi Maju Pesatnya Dinasti Abbasiyah di Era Abu Nawas – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Begini Kondisi Maju Pesatnya Dinasti Abbasiyah di Era Abu Nawas

Published

on

Begini Kondisi Maju Pesatnya Dinasti Abbasiyah di Era Abu Nawas



loading…

Al-Hasan bin Hani’ alias Abu Nuwas (dengan Vokal “u”)—yang dalam dialek kita menjadi Abu Nawas —dilahirkan di desa Suug al-Ahwaz, sebuah desa di kawasan Khurdistan, sebelah barat laut Baghdad, pada tahun 140 H (757 M). Sang ayah, dari bangsa Arab sedangkan ibunya dari Persia.

Baca juga: Ketika Abu Nawas dengan Sukarela Masuk ke Penjara

Kala itu, Dinasti Abbasiyah tengah berjaya. Berbagai aktivitas di sektor politik, sosial, dan ekonomi bergerak begitu mengagumkan. Hal ini memberi pengaruh besar terhadap pola pikir bangsa Arab dalam membenahi kebudayaan mereka di satu sisi, dan terhadap perkembangan syair maupun genre sastra lain—di sisi yang lain.

Berbaurnya berbagai bangsa dengan kebudayaan masing-masing di bumi kaum muslim merupakan penyebab utama pesatnya kemajuan kebudayaan.

Wilayah Islam ketika itu mencakup Khurasan, India, Iran, Irak, Semenanjung Arabia, Syria, Mesir, Maroko, dan lain lain. Setiap teritorial memiliki ciri khas kebudayaan masing masing. Dengan demikian, ketika berbagai negeri itu berada dalam tatanan kaum muslimin, dengan sendirinya kebudayaan mereka pun berbaur dengan unsur utama, yakni kebudayaan Arab yang berasaskan Al-Qur’an. Percampuran ini benar benar membaur menjadi satu, bukan sekadar pertukaran lagi.

Yang membanggakan lagi, perbedaan bahasa, latar belakang sejarah, dan kebudayaan berbagai bangsa itu tidak menjadi penghalang untuk menyatu dan melebur diri menjadi ummatan wahidatan (umat yang bersatu) di bawah panji-panji Islam.

Mereka menjunjung bahasa yang satu, yaitu bahasa Al-Qur’an, meski teritorial mereka berbeda-beda dan saling berjauhan. Pada akhirnya, bahasa Al-Qur’an ini bisa menggerakkan daya pikir dan kebudayaan pada taraf yang sangat mengagumkan.

Akibat percampuran berbagai bangsa itulah timbul berbagai kompetisi dalam budaya sehingga banyak sekali buku dari Persia dan negeri-negeri yang jauh bisa diserap dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Baca juga: Duluan Mana Telur atau Ayam? Begini Jawaban Cerdas Abu Nawas

Kendatipun kita tidak mengetahui apakah syair-syair Persia juga diterjemahkan mentah-mentah ke dalam bahasa Arab, namun semua itu telah membawa perubahan dan pengaruh yang signifikan dalam memberi jiwa syair-syair bahasa Arab.

Pada periode itu pula muncul tokoh-tokoh besar dan ulama kenamaan serta buku-buku yang tidak ternilai harganya, yang semuanya telah mengantarkan kemuliaan bahasa Al-Qur’an itu sendiri.

Abu Hanifah dan murid-muridnya muncul sebagai tokoh dalam ilmu Syari’at, Imam Sibawaih terkenal dengan bidang pembukuan gramatika (nahwu), Ibnul Muqaffa’ di bidang prosa, dan Bisyar serta tentu saja—Abu Nawas di bidang syair.

Dari sini pula berkembang ilmu ilmu yang lain, seperti filsafat, kedokteran, metafisika, fisika, dan lain-lain sehingga menjadi sebuah warisan adiluhung yang berlangsung sampai beberapa abad selanjutnya.

Kegiatan Edukatif
Termasuk penggerak utama pesatnya perkembangan ilmu dan kebudayaan di masa khilafah Abbasiyah adalah menjamurnya berbagai tempat belajar, baik berupa sekolah formal maupun nonformal, dan berbagai universitas yang biasanya berhimpitan di samping masjid ataupun di dalam masjid itu sendiri.

Gerakan ini dimulai oleh beberapa tokoh semisal al Jahidh, Ibnu Qutaibah, dan Ibnu Khalikan, dengan memberdayakan anak-anak untuk belajar menulis dan membaca, di samping mempelajari Al-Qur’an, syair Arab, prosa, maupun berhitung. Sementara itu, sebagian lagi dikonsentrasikan untuk mempelajari fardhu, sunnah, nahwu, ataupun ‘arudh.

Baca juga: Benarkah Kisah Harun A-Rasyid dan Abu Nawas Bohong Belaka?

Berkembangnya Syair
Setelah adanya perkembangan yang lebih moderat dalam berbagai sektor, bidang syair juga mengalami perkembangan yang begitu menakjubkan. Namun, perkembangan syair ini seakan lepas kendali sehingga mendobrak banyak kaidah yang mengungkung para pujangga di masa lampau.

Dalam buku Ijinkan Kalbumu Berbisik Lagi karya Ahmad Ibnu Nizal (2011) disebutkanAbu Nawas dan Bisyar merupakan tokoh yang acapkali menyimpang dari garis para pendahulunya, sehingga boleh dikatakan termasuk angkatan pembaharu yang syair-syairnya tidak lagi mengikuti ketentuan uslub ahli agama ataupun filsafat.

Syair mereka menjurus kepada jenaka, perpeloncoan dan kritikan pedas yang lepas bebas, kendati masih penuh dengan nuansa religius, filsafat, maupun sufisme. Ternyata dampak dari langkah ini betul-betul hebat sehingga seakan bahasa ahli syair mengental dengan warna kehidupan publik sehari-hari.



Berita Selengkapnya

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved