Banyak di antara manusia mengaku pernah tak sengaja melihat penampakan hantu. Ada yang mengatakan, makhluk astral ini membawa energi negatif. Dalam perpektif Islam, makhluk gaib adalah para Malaikat, Iblis dan golongan Jin. Mereka memiliki alam sendiri dan tak bisa dilihat oleh manusia.
Allah berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ …
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan –kepada keduanya– auratnya. Sesungguhnya, Iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al-A’raf: 27)
Menurut Ustaz Farid Nu’man Hasan, orang yang mengaku melihat jin biasanya ada dua keadaan:
1. Seseorang mengaku melihat Jin dalam wujud aslinya, sesuai kemauannya sendiri, kapan pun, di mana pun. Sementara orang lain tidak ada yang bisa melihatnya.
Seperti seorang terapis kesehatan yang dengan enteng mengatakan kepada pasiennya, misalnya, “Di samping kamu saya lihat ada jinnya, di belakang kamu juga ada”. Kepada orang seperti ini hendaknya kita tidak tertipu atas apa yang dilakukannya di saat dia bisa menyembuhkan. Itu bukanlah karamah, ma’unah, tapi adalah istidraj (kejadian luar biasa yang dialami orang kafir atau ahli maksiat).
Besar kemungkinan orang itu bersahabat dengan jin atau dalam dirinya ada jin yang dengannya dia melihat jin. Sebab, hanya jin yang bisa melihat jin dalam wujud asli. Kecuali bagi para Nabi, menurut sebagian ulama -seperti Imam Asy Syafi’i, Imam Ibnu Hazm, Imam Al Qusyairi- bahwa para Nabi diizinkan Allah bisa melihatnya.