Bulan Sya’ban adalah bulan yang agung dan mulia. Bulan yang dikhususkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan berpuasa dan beribadah. Sebelum kita membahas lebih dalam tentang malam Nisfu Sya’ban, ada beberapa poin yang perlu diketahui. Tahun ini insya Allah malam Nisfu Syaban (15 Syaban) akan jatuh pada malam Malam Senin 28 Maret 2021
Baca Juga: Selamat Datang Bulan Sya’ban, Berikut 5 Keutamaannya
Pengasuh Yayasan Al-Hawthah Al-Jindaniyah, Al-Habib Ahmad Bin Novel Bin Salim Bin Jindan menerangkan bahwa Hadits shahih dan hadits hasan adalah hadits yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pondasi hukum agama. Adapun hadits dhaif tidaklah dapat dijadikan sebagai pondasi hukum, namun para ahli hadits menyatakan bahwa hadits dhaif boleh dijadikan pedoman dalam menjalankan suatu amal yang berpahala.
Hal ini diistilahkan dengan Fadhoil A’mal, yakni hadits yang menyatakan tentang kemulian suatu amal ibadah tertentu dengan pahala tertentu. Ahli hadits menyatakan bahwa bolehnya menjadikan hadits dhaif sebagai pedoman dalam Fadhoil A’mal dengan beberapa syarat, di antaranya adalah:
1. Status kedhaifannya tidak sangat parah.
2. Jenis amal ibadah yang dianjurkan dalam hadits dhaif tersebut adalah jenis yang direstuidalam hadits yang shahih atau hasan.
3. Mengamalkan hadits dhaif dalam Fadhoil A’mal tersebut dengan tanpa beriti’qad bahwa perkara tersebut adalah bagian dari sunnah nabi. Namun dengan tujuan ihtiath (berhati‐hati) agar perkara yang berkemungkinan sebagai bagian dari agama tidak terbuang.
Di antara poin yang perlu diketahui juga adalah bahwa hadits yang lemah dapat naik statusnya dengan dukungan keberadaan hadits‐hadits lainnya. Contohnya, jika suatu amal ibadah tertentu dengan pahala tertentu disebutkan oleh suatu hadits yang dhaif, dan kemudian terdapat beberapa hadits‐hadits dhaif yang lain yang menyebutkan tentang amal ibadah yang sama, maka hadits‐hadits dhaif itu saling menguatkan dan mendukung satu sama lain hingga mengangkat statusnya yang dhaif menjadi status hasan li ghoirihi (hadist hasan karena mendapat dukungan).
Demikian halnya dengan hadits hasan apabila terdapat hadits‐hadits pendukung yang mendukungnya maka statusnya terangkat dari hadits hasan menjadi shahih li ghoirihi (hadits shahih karena mendapat dukungan).
Kedua poin penting ini adalah sebagian kecil dari ilmu Mushthalah Al Hadits (ilmu penelitian keabsahan hadits) dan masih banyak lagi poin‐poin penting dalam meneliti suatu hadits. Hal ini perlu dinyatakan dengan tegas sehingga orang‐orang yang tidak memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu hadist tidak lancang menyatakan pengingkarannya terhadap suatu hadits.
“Karena di zaman ini banyak orang yang dengan lancang mengatakan dengan gaya yang meremehkan “itu adalah hadits dhaif”, seakan hadits dhaif sama sekali tidak punya tempat dalam agama Islam. Seakan hadits dhaif hanyalah salah satu sampah yang harus dibuang dan dibakar. Na’udzubillah. Kami berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala dari kelancangan terhadap syariat Allah,” kata Habib Ahmad saat mengisi kajian Daurah Kemuliaan Bulan Syaban beberapa waktu lalu.