Berikut kisah Isra Mikraj Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang diulas oleh Habib Ahmad Bin Novel Bin Salim Bin Jindan (Pengasuh Yayasan Al-Hawthah Al-Jindaniyah). Setiap bulan Rajab, beliau selalu menggelar Daurah Isra Mi’raj bersama santri Al-Fachriyah untuk mengambil hikmah dan keberkahan dari perjalanan Nabi صلى الله عليه وسلم tersebut.
Baca Juga: Hukum Merayakan Isra Mikraj, Jangan Sampai Gagal Paham
Adapun sumber riwayat kisah Isra dan Mi’raj ini dirangkum oleh Al-Imam Al ‘Allamah Sayyid Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al hadi bin Zainal ‘Abidin Al-Barzanji dalam kitab “An-Nur Al Wahhaj Fi Qisshoti Al Isra wal Mi’raaj“.
Kemudian Al-Muhaddits As-Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki dalam kedua Kitab Al-Anwar Al-Bahiyyah dan Kitab Wa Huwa bil Ufuq Al A’la. Rujukan lainnya yaitu kitab karya Al-Imam Asy-Syeikh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi yang berjudul “Al-Isra wal-Mi’raj”.
محمد سيد الخلق الذي امتلأت
من نوره الأرض و السبع السماوات
أسرى به الله من أرض الحجاز إلى
أن قبلت نعله الحجب الرفيعات
أدناه من قاب قوس حين كلمه
بالغيب من بعد ما قال التحيات
“Muhammad adalah pemimpin seluruh makhluk yang cahayanya memenuhi tujuh lapis langit dan bumi. Allah memperjalankannya di malam hari dari bumi Hijaz hingga seluruh hijab yang tinggi (yang menghijab seluruh makhluq dari Sang Khaliq) mencium kedua sandal agung Baginda yang memijaknya. Allah mendekatkannya kepada-Nya hingga bagaikan dua ujung busur saat berwahyu kepadanya setelah baginda mengucapkan kepada-Nya At Tahiyyat.”
Perjalanan di Tahun Duka
Ketika Allah memerintahkan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk menyampaikan risalah terang-terangan, kaumnya memusuhi beliau dan memeranginya secara zalim. Abu Tholib sang paman tercinta adalah orang setia membelanya hingga akhir hayat. Ketika orang-orang kafir mengganggu beliau, Sayyidah Khadijah sang istri tercinta hadir menghiburnya.
Selama 10 tahun keduanya setia membela Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan segenap harta, jiwa dan raga hingga akhir hayat. Tepat setelah 10 tahun dari masa kenabian keduanya dipanggil oleh Allah di saat yang sangat berdekatan. Kesedihan melanda Rasulullah صلى الله عليه وسلم hingga tahun itu dinamakan tahun kesedihan.
Ketika itu orang-orang kafir makin merajalela dalam memusuhi Nabi. Hingga akhirnya beliau pergi ke Kota Thoif untuk meminta dukungan dan pembelaan, namun beliau mendapati penduduk Thoif lebih ganas dan bengis dari penduduk Makkah. Beliau diusir secara tidak terhormat dan dihujani dengan cacian dan batu.