Imam as-Sya’rawi dalam tafsirnya memformulasikan bahwa kisah dalam Al-Qur’an menjadi dua kaidah. Pertama, jika Al-Qur’an tidak menyebut secara eksplisit nama tokoh dalam konteks kisahnya, maka peristiwa serupa dapat terulang. Kedua, sebaliknya. Jika Al-Qur’an menyebut nama tokohnya, maka peristiwa itu tidak akan terulang.Sekadar mengingatkan Imam as-Sya’rawi adalah tokoh yang menyandang gelar Mujadid Abad ke-20. Tokoh ini memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi. Tokoh kelahiran 16 April 1911 M ini cukup berpengaruh pada abad ke-20, baik dalam bidang keagamaan, sosial, maupun politik internasional, khususnya wilayah Timur Tengah.
Baca juga: Kisah-kisah dalam Al-Quran, Pelajaran Penting Umat Manusia
Menurut as-Sya’rawi, kaidah pertama berbunyi, “Jika Al-Qur’an tidak menyebut secara eksplisit nama tokoh, maka peristiwa serupa dapat terulang.” Sebagai contohnya adalah kisah Firaun dan bala tentaranya.
Dalam kisah itu, Allah tidak menyebutkan siapa diri Firaun yang sezaman dengan Nabi Musa itu, pada tahun berapa dan di mana latar tempat kisah itu terjadi. Demikian ini karena tujuan dari kisah itu bukan untuk mengetahui siapa sebenarnya Fir’aun, di mana dan kapan ia hidup.
Sehingga, menurut as-Sya’rawi, pengkajian kisah Firaun dengan mencari data sejarahnya dalam Al-Qur’an tidaklah penting. Apakah Firaun yang semasa dengan Nabi Musa adalah Ramses II atau Ramses keberapa. “Penelitian semacam ini hanya membuang waktu. Karena yang menjadi tujuan dari kisah dalam Al-Qur’an adalah pelajaran dari kisah tersebut,” ujar ulama asal Desa Daqadus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir ini.
Sosok Firaun oleh as-Sya’rawi digambarkan sebagai orang yang zalim dan menuhankan dirinya, ia berkata “akulah Tuhanmu yang tertinggi” ( QS An Nazi’at [79] : 24).
Kezalimannya terhadap Bani Israil berupa penindasan yang sangat kejam dan membunuh bayi laki-laki yang terlahir dari kaum mereka ( QS Al Baqarah [2] : 49, QS Al A’raf 7 : 141, QS Ibrahim [14] : 6), karena ia takut kehilangan kekuasaannya setelah bermimpi akan datang seorang anak dari kalangan Bani Israil yang mampu menggulingkan tahtanya. Namun akhirnya Firaun dengan para pengikutnya musnah ditenggelamkan oleh Allah dan diberikan balasan siksa di dunia dan akhirat (QS An Nazi’at [79]: 25).
Baca juga: Kisah si Kafir Abu Jahal Mencuri Dengar Rasulullah SAW Membaca Al-Quran
Kisah Firaun tersebut memberi pelajaran bahwa di sepanjang zaman akan ada orang-orang yang menuhankan dirinya, dan orang-orang diktaktor yang berlaku zalim sebagimana dilakukan oleh Firaun.
“Orang yang zalim seperti itu akan berakhir dengan tragis, dan akan mendapat siksa di akhirat kelak. Orang seperti ini bukan hanya Fir’aun, tapi bisa ditemui pada sosok-sosok lain; siapapun, kapan dan di manapun itu,” ujar ulama yang hafal Al-Qur’an pada usia 11 tahun tersebut.
Mengutip dari Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, bahwa ada beberapa pemimpin diktator yang selalu menganggap dirinya benar, tidak mau salah dan disalahkan. Para pengikutnya setia memuja hingga seolah mereka sedang memuja Tuhan.
Pemimpin-pemimpin tersebut seperti Hitler di Jerman, Mussolini di Italia, Stalin di Uni Soviet dan lain-lain. Dengan menyamakan sifat dan perilakunya, orang-orang semacam itu bisa dikatakan sebagai Fir’aun; Fir’aun sosok baru, bukan raja Mesir yang hidup pada masa Nabi Musa As .
Tak Terulang
Kaidah kedua adalah ‘Jika Al-Qur’an menyebut nama tokohnya, maka peristiwa itu tidak akan terulang’.
As-Sya’rawi mengatakan ketika nama asli tokoh disebutkan secara lengkap dalam kisah Al-Qur’an, maka kisah tersebut termasuk kisah yang tidak akan terulang lagi di kehidupan mendatang. Penyebutan nama yang seperti ini terdapat pada dua tokoh, yaitu pada kisah Maryam binti Imran dan Isa bin Maryam.
Penyebutan nama tersebut karena Isa dan Maryam dibedakan dari seluruh makhluk lainnya; bahwa tidak akan ada wanita yang dapat mengandung anak tanpa laki-laki kecuali hanya Maryam binti Imran dan tidak akan ada anak yang lahir tanpa ayah kecuali Isa bin Maryam.
Maka, kisah ini tidak akan terulang pada masa kapanpun dan di tempat manapun. Apabila ada perempuan mengaku mengandung anak tanpa bantuan seorang laki-laki, atau seorang anak mengaku lahir tanpa ayah yang menggauli ibunya, maka pengakuan seperti ini adalah dusta belaka.
Tidak hanya kisah Isa dan Maryam saja, melainkan kisah tentang peristiwa mukjizat para nabi dan rasul juga mustahil terulang kembali. Selain karena penyebutan nama, juga karena mukjizat adalah keistimewaan khusus yang dimiliki para nabi dan rasul. Seperti kisah Nabi Ibrahim as yang selamat ketika dibakar oleh kaum Namrud ( QS Al Anbiya’ [21] : 68-69), kisah Nabi Musa as membelah lautan ketika dikejar oleh bala tentara Firaun ( QS Taha [20] : 77) dan mengubah tongkat menjadi ular ( QS Al A’raf [7] : 107).
Kisah kemukjizatan para nabi tersebut tidak akan terulang di kehidupan selanjutnya, sehingga yang perlu diperhatikan dalam kisah semacam ini adalah teladan luhur yang terkandung di dalamnya.
Baca juga: Surah Maryam Ayat 26: Kisah Maryam Berpuasa Bicara
(mhy)