Muhammad Quraish Shihab mengatakan dari Al-Qur’an kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah Taala diturunkan pada Laylat Al-Qadr , tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW , maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi.Menurut Quraish Shihab dalam bukunya berjudul ” Wawasan Al-Quran “, kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Qur’an.
Pakar hadis, Ibnu Hajar , sebagaimana dikutip Quraish Shihab menyebutkan satu riwayat dari penganut paham bahwa “lailatul qadar takkan datang lagi’ menyatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda malam qadr sudah tidak akan datang lagi.
Baca juga: Mimpi Rasulullah SAW Diperlihatkan Lailatul Qadar
Hanya saja, pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Qur’an serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadhan. “Bahkan, Rasul SAW menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan,” ujar Quraish Shihab.
Quraish menjelaskan, memang, turunnya Al-Qur’an lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada saat itu saja.
“Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Qur’an ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri,” katanya.
Pendapat tersebut dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari’ (present tense) pada ayat, Tanazzal al-mala’ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah bentuk yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang. Wallahu’alam.
Baca juga: Tanda-Tanda Jika Seseorang Mendapatkan Lailatul Qadar
Lailatul Qadar Pertama Kali
Quraish Shihab menjelaskan malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat.
Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia.
Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan iktikaf. Walaupun iktikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja –bahkan dalam pandangan Imam Syafi’i, walaupun hanya sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci– namun, Nabi SAW selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina ‘adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka).
Menurut Quraish Shihab, doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha.
Baca juga: Keutamaan Lailatul Qadar Bagi Perempuan yang Haid
Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.
Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia, maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat. Karena itu, tidak heran jika kita mendengar jawaban Rasul SAW yang menunjuk kepada doa tersebut, ketika istri beliau ‘A’isyah menanyakan doa apa yang harus dibaca jika ia merasakan kehadiran Laylat-Al-Qadr?
Tanda-Tanda Fisik
Selanjutnya, bagaimana kedatangan lailatul qadar, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah ada tanda-tanda fisik material yang menyertai kehadirannya; seperti membekunya air, heningnya malam dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya?
Tentang apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya, Quraish Shihab menjelaskan tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun, dugaan itu keliru, karena itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak.
“Di sisi lain, ini berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik material, sedangkan riwayat-riwayat demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya,” jelasnya.