Pada suatu ketika Rasulullah SAW memilih Mush’ab bin Umair untuk melakukan suatu tugas mahapenting. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk agama kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai’at kepada Rasulullah di bukit ‘Aqabah. Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai peristiwa besar.
Baca juga: Berapakah Jumlah Sahabat Nabi Muhammad SAW?
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya yang telah dialihbahasakan Mahyuddin Syaf dkk dengan judul “Karakteristik Perihidup 60 sahabat Rasulullah” menyebutkan sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah SAW daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah SAW menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”.
Rasulullah bukannya tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tepatan atau kota hijrah, pusat para dai dan dakwah, tempat berhimpunnya penyebar agama dan pembela al-Islam.
Sesampainya di Madinah, Mush’ab mendapati kaum Muslimin di sana tidak lebih dari 12 orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit ‘Aqabah. Hanya dalam beberapa bulan saja, sejak kedatangan Mush’ab, jumlah itu meningkat pesat.
Di Madinah Mush’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zararah. Dengan didampingi As’ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat kitab suci dari Allah, menyampaikan kalimattullah “bahwa Allah Tuhan Maha Esa” secara hati-hati.
Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah.
Usaid menodong Mush’ab dengan menyentakkan lembingnya. Usaid murka menyaksikan Mush’ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Tuhan Yang Maha Esa.
Demi dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk bersama Mush’ab, mereka pun merasa kecut dan takut. Tetapi Mush’ab tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.
Baca juga: Ini Mengapa Ada Larangan Mencela Sahabat Nabi?