Kisah Syekh Abu Al-Abbas As-Sibti, Walinya Orang-orang Buta – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Kisah Syekh Abu Al-Abbas As-Sibti, Walinya Orang-orang Buta

Published

on

Kisah Syekh Abu Al-Abbas As-Sibti, Walinya Orang-orang Buta



loading…

Berikut adalah kisah Syekh Abu Al-Abbas As-Sibti yang terkenal dengan karomahnya. Beliau merupakan salah satu anggota sab’aturrijal (Wali Tujuh) Marrakech, Maroko, Afrika Utara dan dikenal sebagai walinya orang-orang buta.

Penduduk Marrakech menyebutnya As-Sibti. Dalam Kitab Tarikh al-Islam karya Syams ad-Din Qaymaz disebutkan nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ja’far al-Khazraji. Az-Zarkali dalam Al-A’lam menyebutkan, beliau kelahiran Kota Sibta (Ceuta), sebuh pulau dekat Maroko yang menjadi wilayah Spanyol Tahun 524 H (1130 M) di akhir era dinasti Murabithin. Dalam At-Tasyawuf ila Rijali at-Tasawuf disebutkan bahwa beliau lahir pada hari Senin, 3 Jumadil Akhir.

Melansir dari portal islami.co, Fairuz ‘Ainun Na’im menceritakan karomah As-Sibti yang menukil beberapa kitab. Syekh Talidi dalam kitab Al-Muthrib menyebutkan bahwa As-Sibti memiliki bentuk fisik rupawan, berkulit putih, berpakaian apik, fasih bicaranya dan menguasai pembicaraan hingga seakan-akan tidak ada pertanyaan yang tidak dijawab oleh beliau. Lebih-lebih, lisannya berbicara menghadirkan Al-Qur’an yang memukau para pendengarnya baik orang awam maupun orang khas.

Dalam At-Tasyawuf disebutkan beliau sebagai orang yang lembut, sabar, dan berbuat baik kepada orang yang menyakiti beliau. Beliau juga dikenal sebagai orang yang baik kepada para anak yatim dan janda.

Pengembaraan dan Mazhab Sufi As-Sibti
Di Sibta, yang dikenal sebagai pulau penghasil para ulama, Syekh As-Sibti tumbuh dan menghafalkan Al-Qur’an di bawah bimbingan Sidi Abdullah Al-Fakhar, salah satu murid “Wali Tujuh” lainnya, Qadi ‘Iyyadl. Di tangan beliau pula, As-Sibti belajar ilmu-ilmu agama lainnya sehingga menjadi orang yang alim dalam agama.

Thariq Al-‘Alami dalam salah satu tulisannya berjudul ‘Abu al-‘Abbas as-Sibti dan Mazhab Ihsannya’ yang dimuat oleh situs Ar-Rabithah al-Muhammadiyah li al-‘Ulama menyebutkan bahwa As-Sibti keluar dari Sibta untuk menuju Marrakech pada tahun 540 H ketika umurnya 16 tahun.

Tahun tersebut adalah tahun-tahun jatuhnya Dinasti Murabithin (Moravid) ke tangan kekuasaan dinasti Muwahhidin (Mohad). Di kota ini pula, beliau sempat berkhalwat (mengasingkan diri) selama 40 tahun di Bukit Gueliz.

Di Marrakech inilah beliau kemudian dikenal sebagai Wali Allah yang keilmuannya diakui oleh banyak orang, sehingga kemudian beliau menyebarkan ajaran-ajaran tasawufnya kepada masyarakat luas. Ajaran-ajaran atau mazhab tasawuf yang beliau pegang adalah mazhab yang bermuara kepada Imam Al-Ghazali dan Abdul Qadir Al-Jilani.

Mazhab Al-Ghazali beliau peroleh dari Abi Abdillah Al-Fakhar dari Qadli Iyyad dari Abi Bakr Ibn Al-‘Arabi dari Al-Ghazali, dan mazhab Abdul Qadir Al-Jilani beliau dapatkan dari Abi Abdillah al-Fakhar dari Ash-Shadafi dari Abdul Qadir Al-Jilani.

Sebagai wali Allah, As-Sibti memiliki ajaran-ajaran khas tasawuf dalam beberapa hal. Di antaranya seperti dikemukakan penulis At-Tasyawuf, Abu Ya’qub At-Tadli, bahwa beliau pernah hadir di majlis ilmu yang diasuh oleh As-Sibti. Beliau menyaksikan As-Sibti menjelaskan pokok-pokok ajaran syariat yang mendalam, di antaranya mengenai sholat.
As-Sibti mengatakan: “Barangsiapa yang tidak memahami makna sholat, maka dia belum sholat. Bahwa awal sholat adalah takbiratul ihram, yaitu ketika anda mengangkat tangan sambil mengucapkan ‘Allahu Akbar’.



Sumber Berita kalam.sindonews.com

#Kisah #Syekh #Abu #AlAbbas #AsSibti #Walinya #Orangorang #Buta

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved