Baca juga: Imam Al-Qurthubi : Mengingat Mati Itu Perintah
Imam Ahmad bin Harb rahimahullah berkata :
عبدت الله خمسين سنة، فما وجدت حلاوة العبادة حتى تركت ثلاثة اشياء:
– تركت رضى الناس حتى قدرت ان اتكلم بالحق،
– وتركت صحبة الفاسقين حتى وجدت صحبة الصالحين،
– وتركت حلاوة الدنيا حتى وجدت حلاوة الاخرة.
“Aku telah beribadah kepada Allah selama 50 tahun. Aku tidak dapat merasakan manisnya ibadah sampai aku meninggalkan tiga perkara: 1. Aku meninggalkan ridha manusia, sehingga aku mampu mengatakan kebenaran (hanya karena Allah Ta’ala semata).
2. Aku meninggalkan persahabatan dengan orang fasik, sehingga aku dapat bersahabat dengan orang shaleh. 3. Aku meninggalkan kelezatan dunia, sehingga aku mendapatkan kelezatan akhirat. (Kitab Siyar A’lam An Nubala, karya Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah).
Baca juga: Sikap Tolong Menolong dalam Islam
Jadi, jika kita belum bisa merasakan manisnya kenikmatan beribadah, bisa jadi salah satu dari poin di atas atau bahkan ketiga-tiganya masih melekat dalam diri kita.
Sebenarnya, dalam kitab syarah al-Wajibat yang disebut ibadah secara bahasa adalah perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan . Adapun secara istilah syari’at, para ulama memberikan beberapa definisi yang beraneka ragam. Di antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Baca juga: Najiskah Kotoran Cicak di Tempat Sholat? Ini Pendapat Ulama
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).