Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya/ Foto/Ilustrasi: Ist
Rasulullah SAW mewasiatkan kepada Muadz bin Jabal tiga perkara, salah satunya adalah beribadah kepada Allah SWT seolah-olah melihat kepada-Nya atau ihsan dalam beribadah. Rasulullah SAW bersabda:
تَرَاهُ، وَاعْدُدْ نَفْسَكَ فِي الْمَوْتَى، وَإِنْ شِئْتَ أَنْبَأْتُكَ بِمَا هُوَ أَمْلَكُ بِكَ مِنْ هَذَا كُلِّهِ. قَالَ: هَذَا، وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى لِسَانِهِ.
Dari Mu’adz bin Jabal ra ia berkata, “Wahai Rasûlullâh SAW berikanlah wasiat kepadaku !” Nabi SAW menjawab, “Beribadahlah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan persiapkanlah dirimu menghadapi kematian. Dan jika engkau mau, aku akan memberitahukan kepadamu suatu perkara yang mengendalikan semua itu.” Beliau bersabda, “Ini.” Beliau berisyarat dengan tangannya menunjuk kepada lidah beliau.” (HR Imam al-Baihaqi)
Lalu, apa yang dimaksud dengan ikhsan itu? Nabi SAW bersabada:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR Muslim dari Umar bin Khathab).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab “Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah” menjelaskan ihsan adalah masdar dari fi’il (kata kerja) أَحْسَنَ يُحْسِنُ yang bermakna memberikan kebaikan. Dan makna ihsan jika berkaitan dengan hak Allah SWT adalah engkau melaksanakan ibadahmu kepada Allah Ta’ala dengan ikhlas dan mengikuti contoh Rasulullah SAW.
“Semakin engkau ikhlas dalam beribadah dan semakin meneladani Nabi-Nya maka engkau semakin ihsan. Adapun jika berkaitan dengan hak sesama hamba, makna ihsan itu artinya adalah engkau memberikan kebaikan untuk mereka, baik berupa harta, kedudukan, atau selainnya,” ujar Syaikh Shalih al-‘Utsaimin
Sedangkan Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan dalam “Hushûl al-Ma’mûl bi Syarh Tsalatsati al-Ushul” membagi ihsan menjadi dua macam:
Pertama,ihsan dalam beribadah kepada Allah SWT. Yakni, seseorang beribadah dengan merasakan kedekatan Allah Taala kepadanya sehingga mengantarkannya untuk memperbagus ibadahnya.
Kedua, ihsan berkaitan dengan hak-hak sesama makhluk. Yaitu berbuat baik kepada mereka dan menunaikan hak-hak mereka, seperti berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Termasuk juga berbuat baik kepada hewan ketika menyembelihnya.
Ulama lainnya membagi ihsan manjadi tiga macam, yaitu ihsan dalam beramal, ihsan kepada sesama hamba, dan ihsan dalam hubungan hamba dengan Allah Ta’ala.
Syaikh Shalih bin Fauzan dalam “al-Khuthab al-Mimbariyyah fi al-Munasabat as-Syar’iyyah” menjelaskan ihsan dalam beramal, maksudnya adalah membaguskan dan menyempurnakan amalan itu. Ihsan kepada orang lain, adalah memberikan kenikmatan kepada mereka. Sedangkan ihsan dalam hubungan seorang hamba dengan Rabbnya adalah tingkatan tertinggi dalam agama.
Rasulullah SAW telah menafsirkannya dengan keberadaan seorang hamba ketika beribadah kepada Allah SWT seolah-olah melihat-Nya, dan jika tidak bisa melihatnya maka sesungguhnya Allah melihatnya.
Maknanya adalah bahwa seorang hamba beribadah kepada Allah SWT dengan merasakan kedekatan Allah kepadanya, dan bahwa ia berada di hadapan Allah Ta’ala seolah-olah melihat-Nya. Hal itu akan menimbulkan rasa takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya, mengantarkan ketulusan dalam ibadah, memperbagus,dan menyempurnakanya.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam “Hushul al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsati al-Ushul” mengatakan ihsan mempunyai satu rukun. Yaitu engkau beribadah kepada Allah SWT seolah-olah melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu.
Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan kepada hamba-Nya dalam banyak ayat untuk berbuat ihsan. Penyebutan kata ihsan ada dalam banyak ayat al-Qur’an. Adakalanya digandengakan dengan keimanan, terkadang dengan keislaman, terkadang dengan ketakwaan. “Semuanya itu menunjukkan keutamaan ihsan dan keagungan pahalanya di sisi Allah Azza wa Jalla,” ujar Imam Zainuddin Abu al-Farj Abdurrahman bin Syihabuddin dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam.