Skripturalisme dalam Tradisi Pemikiran Islam dan Macam-Macamnya – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Skripturalisme dalam Tradisi Pemikiran Islam dan Macam-Macamnya

Published

on

Skripturalisme dalam Tradisi Pemikiran Islam dan Macam-Macamnya

[ad_1]

BagyaNews.com Sekalipun dalam praktiknya, ada begitu banyak Muslim tidak merujuk kepada kitab suci dalam kehidupan hariannya, pandangan serba teks suci itu menjadi pandangan yang umum berkembang dalam tradisi berfikir umat Islam. Inilah skripturalisme Islam dan macam-macamnya.

Hampir mustahil menjadi Muslim yang baik tanpa berpijak kepada teks suci. Itulah gambaran singkat bagaimana gambaran ideal Muslim. Semakin terikat dengan teks suci, maka ia akan semakin dinilai baik. Semakin kehidupan seseorang jauh dari perujukan kepada teks suci, semakin dinilai buruklah nilainya.

Sekalipun dalam praktiknya, ada begitu banyak Muslim tidak merujuk kepada kitab suci dalam kehidupan hariannya, pandangan serba teks suci itu menjadi pandangan yang umum berkembang dalam tradisi berfikir umat Islam.

Muslim di Jawa pada umumnya terhubung dengan teks suci secara tidak langsung. Yaitu melalui kerangka budaya yang diyakini berakar pada teks suci. Beberapa praktik budaya sebelum Islam yang telah mengalami sentuhan teks suci Islam, biasanya mengalami perubahan sistem nilai di dalamnya.

Dampak penggunaan teks suci secara massif belakangan adalah penolakan terhadap praktik-praktik budaya. Jika diamati, ada tiga pola perujukan teks suci Islam. Pertama, sangat longgar dimana ada banyak dimensi kehidupan yang tidak dihubungkan dengan teks suci. Baik teks suci Al-Quran maupun hadis. Muslim yang tidak mengalami pendidikan keagamaan formal, hanya menghabiskan hidupnya dalam sistem pendidikan formal non-keagamaan berada dalam kategori ini. Ini juga menjadi lebih serius ketika mereka bertemu dengan pemikiran yang antipati terharap agama. Semakin seseorang tidak peduli terhadap agamanya, semakin enggan dia menghubungkan kehidupannya dengan teks suci. Semakin longgar lah hubungan antara kehidupannya dengan teks suci.

Kedua, tengah-tengah. Umat Islam yang mengalami pendidikan keagamaan Islam tradisional, seperti pesantren, madrasah, majelis taklim, surau, dayah, dan lainnya berada dalam model hubungan semacam ini. Disebut tengah-tengah karena seringkali mereka merujuk kepada teks suci utama Islam, tetapi dengan penafsiran yang populer di kalangan sarjana Muslim abad pertengahan sebagaimana tertuang dalam literatur kitab kuning. Mereka terikat dengan teks suci, tetapi dengan panduan otoritas ulama yang dinilai berwenang. Karena wewenang ulama yang begitu tinggi dalam sistem penafsiran ini, terkadang otoritas ulama lebih didahulukan daripada bunyi tekstual teks suci.

Ketiga, perujukan langsung secara ketat. Model ini muncul belakangan di era modern. Bersamaan dengan masuknya agenda pembaharuan yang mengkampanyekan “Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” dengan beragam variasinya. Cara menafsirkan Al-Quran atau Sunnah seringkali mengedepankan pengertian literalnya dibanding pengertian kontekstualnya.

Kelompok Muslim kota yang sejak kecil jarang berinteraksi dengan agama, lalu saat dewasa tumbuh kesadaran beragamanya, lebih senang dengan pendekatan beragama semacam ini. Setidaknya, praktik agama yang mereka akan pilih harus punya rujukan teks sucinya. Dalam keberagamaan ini, terkadang otoritas ulama diabaikan demi mengikuti bunyi literal suatu perintah dalam teks suci. Kebenaran teks suci lebih diutamakan dibanding penjelasan ulama.

Sebagai kategori, di lapangan, praktiknya bisa jadi sangat cair. Ada yang tadinya ketat dalam perujukan kepada teks suci, dalam kasus tertentu cenderung longgar. Ada yang pada mulanya bersifat tengah-tengah, sangat memperhatikan penjelasan ulama, tetapi dalam kasus lain, ia cenderung ketat. Dan seterusnya. Ini sangat dinamis.

Dengan demikian, sejatinya ada beragam bentuk skriptualisme dalam Islam. Skriptualisme sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu scripturalism. Diambil dari kata scripture yang berarti kitab suci. Dalam bahasa Inggris, scripture atau kitab suci, biasanya merujuk kepada tulisan-tulisan yang ada dalam Alkitab (Bibel). Selain itu, scripture juga berarti kitab suci agama-agama selain Kristen. Dalam penggunaan di dunia studi agama, scripture berarti kitab suci dalam agama-agama, sesuai arti kedua ini.

Dari kata scripture ini, lahir kata scripturism dan scripturalism. Scripturalism mulai digunakan pada pertengahan abad ke-19. Ia berarti  The doctrine or belief that scripture is the sole authority for faith and religious practice; (also) strict adherence to the literal interpretation of scripture (Doktrin atau kepercayaan bahwa kitab suci adalah satu-satunya otoritas untuk iman dan praktik keagamaan; (juga) kepatuhan yang ketat terhadap interpretasi literal dari kitab suci). (Lexico.com, 2022).

Skriptualisme terkadang hanya berarti doktrin keimanan bahwa kitab suci adalah sumber kebenaran satu-satunya. Atau sesuatu yang harus dirujuk untuk legalitas praktik keagamaan. Terkadang juga diartikan sama dengan literalisme; kecenderungan untuk menafsirkan teks secara literal atau harfiyah.

Dalam pengkajian Islam, skriptualisme disandingkan dengan tekstualisme dan literalisme. Terkadang, dikaitkan dengan fundamentalisme dan radikalisme. Lebih jauh, dikaitkan dengan terorisme. Studi-studi mutakhir mengaitkan antara skriptualisme Islam global dengan aliran Wahabi yang berasal dari Arab Saudi. Dalam tradisi Islam Syiah, skriptualisme dikaitkan dengan kelompok Akhbari, sebuah aliran tekstual yang sering dilawankan dengan kelompok Ushuli (Robert Glave, 2007).

Seperti disampaikan sebelumnya, sejatinya di lapangan, umat Islam bersifat dinamis. Terkadang, yang literalist berubah menjadi lebih longgar dengan menolak pengertian tekstual dan mengedepankan pengertian alternatif. Sebaliknya, yang menolak literalisme penafsiran dan penggunaan hadis, bersikap literalist dengan hanya mau menerima teks suci Al-Quran saja; sebagaimana dikembangkan kelompok Quranist.

Dalam sejarah penafsiran teks suci dalam Islam, kecenderungan tekstual dan non-tekstual telah muncul sejak era sahabat. Sebagian sarjana Muslim menyebut dua kelompok tersebut dengan istilah salaf ahl al-zahir (prototipe tekstualis) dan ashab al-ma’ani wa al-qiyas (prototipe kontekstualis). (Ibnu Qayyim, 1423).

Demikian ulasan singkat tentang Skripturalisme dalam Tradisi Pemikiran Islam dan Macam-Macamnya. Semoga Skripturalisme dalam Tradisi Pemikiran Islam dan Macam-Macamnya ini bermanfaat.



[ad_2]

Sumber Berita harakah.id

#Skripturalisme #dalam #Tradisi #Pemikiran #Islam #dan #MacamMacamnya

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved