Pernahkah kalian melihat tulisan Arab tapi dibaca dengan Bahasa Jawa? Jika kalian pernah melihatnya, itulah yang kita kenal dengan aksara Arab pegon. Aksara Arab pegon adalah bukti adanya akulturasi Jawa dan Arab di masa lampau. Aksara tersebut kabarnya diciptakan pertama kali oleh Sunan Ampel. Pegon yang berasal dari Bahasa Jawa pego bermakna orak lumrah anggone ngucapake atau tidak lazim dalam mengucapkan menjadi sebuah budaya yang bernuansakan kearifan lokal.
Aksara pegon akan banyak kita temukan pada prasasti, syair kuno bahkan kitab-kitab Jawa kuno karangan para ulama di masa lampau. Pada perjalanannya, aksara pegon dipakai kalangan santri dalam proses pendidikannya di pesantren. Aksara Arab pegon di pondok pesantren digunakan santri untuk ngabsahi atau memaknai kitab, mencatat pelajaran di pondok pesantren.
Arab pegon sangat dikenal oleh masyarakat Islam Jawa. Bahkan di zamannya, aksara Arab pegon jadi simbol perlawanan para ulama dan masyarakat pribumi Jawa saat menghadapi kolonialisme di abad ke-18-19. Beberapa ulama yang mempopulerkan Arab pegon seperti KH Ahmad Rifa’i Kalisasak (1786-1878), Kiai Sholeh Darat Semarang (1820 – 1903), Kiai Hasyim Asy’ari (1875-1947), Gus Mus (1915 – 1977).
Kiai Ahmad Rifa’i pada saat itu memprotes kebijakan pemerintah kolonial dengan teks Arab pegon. Tulisan yang dibuat termuat dalam kitab yang berjudul Nadzam Wikayah, Syarihul Iman, Bayan, Riyatul Himmah. Selain itu, Kiai Rifa’i meminta semua jamaahnya untuk menyelamatkan masyarakat pribumi Jawa.
Tapi, kenapa sekarang—sejauh yang penulis tahu—banyak teman-teman yang nggak mengenal aksara Arab pegon? Tahun 2007 saat diselenggarakan Konggres Ijtima Ulama Nusantara ke 2 di Malaysia, Mbah Maimoen Zubair ulama besar Indonesia mengatakan bahwa Arab pegon sebuah tradisi salafi yang mana masyarakat mulai punah, maka perlu memotivasi untuk menghidupkan kembali arab pegon.
Menurut saya, literasi aksara Arab pegon ke generasi muda sangat minim bahkan cenderung hampir punah. Padahal aksara Arab pegon bisa menjadi warisan budaya yang harus kita lestarikan. Kemudian keterbatasan penggunaan, aksara Arab pegon keterbatasan penggunaan, karena Arab pegon ini hanya memiliki wilayah jawa saja, belum dapat merangkul banyaknya daerah.
Sejauh ini, belum ada standarisasi aksara Arab pegon. Padahal standarisasi suatu bahasa amat penting. Saat belajar pun, kita mempraktikkan tulisan tersebut tentu merujuk pada standarisasi yang sudah dipatenkan. Ancaman punah karena terkena dampak intensitas aksara latin yang kita gunakan sehari-hari. Aksara pegon mulai tergeser eksistensinya dengan aksara latin. Jika aksara pegon menjadi bukti adanya masyarakat Islam Jawa maka kita wajib mempertahankan aksara tersebut.
Dari penjelasan diatas, Kira-kira kontribusi apa yang efektif untuk mempertahankan aksara Arab pegon?
Tingkatkan awareness bahwa aksara Arab pegon merupakan warisan budaya, perlu diingat bahwa Arab pegon ialah gabungan antara Arab dan Jawa. Pastinya sebuah kebanggaan untuk kita dan mempertahankan gaya tulisan Arab pegon sebagai warisan budaya para pendahulu kita.
Kolaborasi pemerintah dengan komunitas sangat dibutuhkan untuk menghidupkan kembali. Selain itu, perlu menjalin kerja sama dengan lembaga budaya, akademisi atau lembaga pendidikan yang memiliki kaitan untuk melestarikan dan mengembangkan aksara pegon. Kerja sama instansi dan institusi terkait dapat menyusun kebijakan, pengadaan dana, pelatihan, dan kegiatan promosi yang bersifat inklusif dan berkelanjutan diperlukan agar semua elemen bekerja secara kolektif.
Pemanfaatan Teknologi dan Keterlibatan Generasi Muda
Pemanfaatan teknologi digital serta keterlibatan generasi muda. Generasi muda erat sekali dengan teknologi digital atau media sosial. Peluang tersebut jangan disia-siakan. Ajak generasi muda dalam mengkampanyekan dan mempopulerkan aksara pegon di ruang lingkup digitalnya. Contoh, mengembangkan aplikasi mobile atau platform online yang memudahkan anak muda mempelajari dan mempraktikkan aksara pegon.
Penelitian dan dokumentasi, salah satu alternatif dalam mempertahankan dan melestarikan aksara pegon yakni mendorong para penulis atau peneliti, serta penggiat-penggiat budaya untuk lebih mengkomprehensifkan aksara Arab pegon. Beberapa penjelasan di atas, menurut penulis mengajak pembaca untuk merealisasikan aksara pegon menjadi warisan budaya yang harus dilestarikan. Jika bukan kita sebagai anak muda yang menjaga warisan budaya, siapa lagi? Wallahu A’lam.
Baca Juga