Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bidang Ekonomi Sumantri Suwarno menyoroti fenomena pinjaman online (pinjol) yang kini sedang marak. Menurutnya, meskipun pinjol dapat membantu meringankan persoalan tetapi di saat bersamaan justru menimbulkan keresahan sosial.
“Jika melihat kasus per kasus tentu terlihat seolah-olah pinjol membantu. Apalagi jika kasus yang ekstrem orang butuh mendadak (dan) tidak ada opsi lain. Tetapi kalau dibandingkan sebelum dan sesudah ada pinjol, jelas muncul keresahan sosial akibat banyak yang terjerat,” kata Sumantri melalui akun twitter @mantriss dikutip NU Online, Jumat (1/10/2021).
Ia lantas menyoroti berbagai permasalahan yang ditimbulkan sejak adanya pinjol ini. Salah satunya adalah banyak masyarakat yang terjebak meminjam uang untuk kepentingan konsumtif seperti membeli handphone, baju, motor, televisi, dan bahkan piknik.
“Kelonggaran persyaratan dan masyarakat yang konsumtif bertemu dalam bentuk banyaknya proses gagal bayar. Bunganya sangat tinggi,” ungkap pria yang akrab disapa Mantris ini.
Ia tidak bisa memberikan toleransi terhadap bunga-bunga tinggi di masyarkat yang konsumtif. Sebab jika dilihat secara bisnis, itu tidak akan berkelanjutan. Bunga tinggi yang pada akhirnya konsumen tidak bisa membayar, menurutnya, sama dengan pohon berbuah lebat yang tidak bisa dipanen.
“Saya menganggap bisnis pinjol kita ini berat, bahkan yang resmi. Berat bagi perusahaan, lebih berat lagi bagi peminjam. Besarnya jumlah pencairan ini karena euforia masyarakat konsumtif yang dapat akses uang mudah. Akan jadi malapetaka,” tegasnya.
Mantris beranggapan bahwa bisa saja kelak ada boikot dari para peminjam dan menjadi gerakan masif. Hal ini tentu saja berbahaya bagi perusahaan pinjol. Karenanya, sebelum situasi membahayakan itu terjadi, sebaiknya persyaratan peminjaman uang diperketat dan bunga diturunkan.
“Kalau bunga 10 persen sebulan kan mirip rentenir, terlepas resmi atau bukan,” katanya.
Sebagai contoh, GP Ansor saat ini tengah melakukan kerja sama dengan salah satu bank swasta membuat unit simpan pinjam. Ia mengaku marah ketika tahu bunga yang ditawarkan sebesar 18 persen setahun. Bunga tersebut diminta Mantris untuk diturunkan atau kerja sama yang dilakukan akan ditutup.
“Dan sekarang mungkin di 14-16 persen, tetapi syarat sedikit lebih ketat. Ada agunan (jaminan) yang cukup, minimal BPKB motor,” ujar Mantris.
Mantris mencontohkan bunga pinjaman di BRI Finance yang dinilai cukup moderat. Untuk komersial bunga berada di kisaran 12-13 persen setahun. Kemudian ada provisi atau biaya yang dipotong dari jumlah yang dipinjamkan sebesar 1 persen. Mantris mengatakan bahwa proses di bank jauh lebih simpel tetapi tentu harus ada jaminan seperti BPKB motor atau mobil.
Soal pinjol, ia berharap agar pemerintah segera masuk melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mirip dengan pinjol itu. Pemerintah didorong agar membuat aplikasi seperti pinjol dengan modal dari APBN. Kemudian pinjaman mikro hingga Rp10 juta dan per tahun mengalokasikan Rp5 triliun. Hal itu dapat meng-cover setidaknya satu juta peminjam kalau meminjam sekitar Rp5 jutaan.
“Saya akan terus mewacanakan rasionalisasi bunga pinjol. Maksimal 36 persen per tahun buat saya sih masih sangat ketinggian. Tetapi jalan tengah dibandingkan yang sekarang berjalan, bahkan ada yang 10-15 persen sebulan,” kata Mantris.
Ia menegaskan bahwa pinjol tidak masuk akal jika didekati dari arah apa pun. Bahkan, para pelaku usaha mengatakan untuk produktif saja sudah berat. “Semoga para pengambil kebijakan melakukan moratorium pinjol baru dan menertibkan pinjol lama,” harapnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Zunus Muhammad