Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, berbeda sama sekali dengan masyarakat Barat. Pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai. Dalam buku “
Mujtama’ Al Muslim Alladzi Nasyuduh” dan diterjemahkan dalam edisi Bahasa Indonesia menjadi “Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah” (Citra Islami Press, 1997), Al-Qardhawi menambahkan persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filsuf Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya.
Adapun pandangannya tentang alam, kata al-Qardhawi, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Baca juga: Menjaga Pandangan Menurut Syaikh Yusuf al-Qardhawi
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” ( QS Al Hadid : 14)
Selengkapnya Syaikh Yusuf al-Qardhawi menulis:
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.
Baca juga: Tingkatan Hukum-Hukum Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama “Muhammad” yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma’shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama “Marx” dan “Lenin” atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur’an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, “Sesungguhnya manusza Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah.”
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan akidah lain seperti akidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser akidah Islamiyah.
Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa paham Sosialis dan yang lainnya itu bukan akidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekadar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai akidah. Padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan akidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai “Agama tanpa wahyu.”
Baca juga: Pemikiran Salafi dan Citranya, Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah akidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan’ tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas.
Maka akidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi akidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.
Ikatan Pemersatu
Akidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi’in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu.
#Persepsi #Masyarakat #Islam #tentang #Ketuhanan #Menurut #Syaikh #Yusuf #AlQardhawi