Menyinari Timur dengan Pancaran Sang Surya, Sebuah Kisah Kecil Moderasi Beragama – Bagyanews.com
Connect with us

Feature

Menyinari Timur dengan Pancaran Sang Surya, Sebuah Kisah Kecil Moderasi Beragama

Published

on

Menyinari Timur dengan Pancaran Sang Surya, Sebuah Kisah Kecil Moderasi Beragama

[ad_1]

Kristen Muhammadiyah. Istilah ini sempat ramai diperbincangkan pada bulan Mei 2023 karena munculnya buku berjudul ‘Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan’ yang ditulis oleh Profesor Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dan Fajar Riza Ulhaq, Pengurus PP Muhammadiyah. Saya cukup mengikuti perbincangan itu.

Ketika mengikuti sebuah acara konferensi di Johannesburg, Afrika Selatna, saya berkesempatan mendengar langsung penjelasan istilah tersebut dari Abe Mukti, sapaan profesor Abdul Mu’ti. Di plenary session, Abe Mukti menyampaikan bahwa Indonesia memiliki demografi yang unik.

“Meski secara nasional Islam di Indonesia adalah mayoritas, tapi di beberapa daerah, Islam justru minoritas,” jelas Abe Mukti sembari menjabarkan beberapa contoh, seperti Bali yang didominasi pemeluk agama Hindu dan Papua yang mayoritas Kristen dan Katolik.

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi massa Islam terbesar melakukan kerja-kerja sosial kemasyarakatan di berbagai bidang, terutama pendidikan dan kesehatan. Organisasi ini telah membangun 171 kampus, 3.334 sekolah, dan 119 rumah sakit di berbagai wilayah. Melalui kerja-kerja sosial kemasyarakatan itulah Muhammadiyah berupaya menunjukkan watak Islam yang inklusif.

Abe Mukti menayangkan video profil salah satu kampus yang dikelola Muhammadiyah bernama Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong, Papua. Di kampus tersebut, lebih dari 79% mahasiswanya beragama Kristen dan Katolik. Oleh karenanya, banyak yang menyebut Unimuda, termasuk Ketua Muhammadiyah Haedar Nasir, sebagai Kampus Kristen Muhammadiyah.

“Dan 70 persen mahasiswanya saudara-saudara kami, yang secara agama Kristen dan Katolik, penduduk asli Papua. Dan ini bentuk dari kampus Krismuha,” ujar Haedar, seperti dikutip di situs resmi Muhammadiyah.

Saya pun semakin tertarik untuk mendapatkan informasi lebih mengenai perguruan tinggi ini. Apalagi, Rustamaji, Rektor Unimuda Sorong yang juga mengikuti agenda di Johannesburg, menjelaskan bahwa kampusnya menjadi kampus dengan jumlah mahasiswa terbanyak di Sorong. Sebanyak 6000 mahasiswa aktif kuliah di kampus yang terletak di Kecamatan Aimas.

“Padahal kampus kami berada di Kabupaten, bukan di kota,” ulasnya.

Islam yang mencerahkan

Unimuda dirintis pada 2004. Saat itu Rustam yang merupakan kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah, bersama koleganya berinisiatif mendirikan sekolah tinggi. Uniknya, mereka melibatkan penduduk setempat yang berprofesi sebagai petani. “Habis dari ladang kita ajak mereka bermusyawarah,” kelakar Rustamaji. Sekolah Tinggi Muhammadiyah itu pun kemudian berdiri dengan Rustamaji sebagai ketuanya. Pada 2018, sekolah tinggi itu resmi berubah nama menjadi Unimuda. Rustamaji kemudian ditunjuk sebagai rektor hingga saat ini.

Mendirikan perguruan tinggi keagamaan di lokasi yang jauh dari kota memang memiliki tantangannya sendiri. Namun keberhasilan Unimuda menjadi salah satu kampus yang paling diminati di Papua Barat membuktikan bahwa letak geografis bukan sebuah permasalahan. Unimuda berusaha agar menjadi kampus yang bersih dan indah. Menurut Rustam, hal tersebut merupakan perwujudan dari ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin.

Ia mencontohkan bagaimana Unimuda membangun kampusnya dengan semangat kebersamaan dan memberikan ruang yang lebar bagi tradisi lokal. Keindahan kampus diupayakan melalui berbagai cara, salah satunya spot-spot foto yang instagramable. Hal ini membuat kampus Unimuda terasa seperti tempat wisata. “Mulai anak-anak hingga lanjut usia, semua jalan-jalan di kampus kami. Bahkan anak SMA kalau mbolos ya larinya ke Unimuda,” kelakar pria asal Pontianak yang sudah lebih dari setengah abad tinggal di Sorong tersebut.

Tidak hanya tempat, Unimuda berusaha menerapkan prinsip inklusivitas dengan melibatkan masyarakat Papua sebagai bagian penting dalam berbagai hal. Saat acara besar, Unimuda selalu memberikan ruang bagi masyarakat asli Papua untuk tampil membawakan pentas. Kampus juga menjadikan masyarakat setempat sebagai resepsionis, orang yang pertama kali ditemui saat masuk di kampus.

Kampus Unimuda sudah menerapkan UU Sikdiknas Pasal 4 Ayat 2 yang berbunyi, setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama.  Di kampus tersebut disediakan mata kuliah keagamaan yang pengampunya berasal dari agama masing-masing. Misal mata kuliah terkait Katolik, diampu oleh pastor. Begitu juga dengan Kristen yang diampu oleh pendeta. Meski tidak menutup kesempatan bagi peserta didik yang beragama non-muslim untuk mengambil mata kuliah keislaman sebagai pilihan, bukan kewajiban.

Menjadi kampus ormas Islam di wilayah mayoritas Kristen tidak menjadikan Unimuda kesulitan mencari peserta didik. Kepercayaan masyarakat yang tinggi membuat setidaknya 2000 peserta didik baru masuk setiap tahunnya. Padahal, total alumni SMA dan sederajat di Kabupaten hanya berikisar seribu. Artinya, ada banyak mahasiswa yang berasal dari Kota Sorong dan luar daerah yang melanjutkan pendidikan di Unimuda.

Di antara yang memberikan rekomendasi untuk lanjut kuliah di Unimuda adalah para pastor, suster, pendeta, dan lain sebagainya.

Tidak ada phobia di sini

Tampil sebagai lembaga pendidikan yang inklusif membuat Unimuda tumbuh menjadi salah satu kampus terfavorit di Timur. Muhammadiyah adalah organisasi yang membawa misi dakwah. Dakwah tersebut dimaknai dengan menyebarkan kebaikan universal dan menunjukkan wajah Islam yang ramah.

“Suatu saat mereka akan mengatakan oh rupanya Islam itu bersih, indah, toleran, menyenangkan, senang membantu. Karena kita yakin mereka (umat non-muslim) tidak akan membaca Quran dan Hadis, tapi (mereka akan melihat) apa yang kita lakukan setiap saat. Maka kita harus menampilkan kebaikan-kebaikan,” ulasnya.

Selama menjabat sebagai ketua sekolah tinggi dan rektor, Rustamaji tidak pernah mendengar adanya kecurigaan bahwa hadirnya kampus Muhammadiyah akan melakukan gerakan  pengislaman. Unimuda justru menjadi kampus yang mempertemukan banyak kalangan.

Alih-alih islamophobia, di Unimuda mereka merayakan keberagaman dengan suka cita. Bahkan lagu Sang Surya yang memuat lirik Ya Allah Tuhan Rabbiku/ Muhammad Junjunganku/ Al Islam Agamaku/ Muhammadiyah Gerakanku pun dibawakan secara fasih oleh semua, termasuk yang beragama Kristen dan Katolik. Apalagi sebagian besar anggota paduan suara Unimuda adalah paduan suara gereja.

“Sampai ada teman pendeta yang mengusulkan Unimuda untuk membuka program studi Pendidikan Agama Kristen. Mereka siap jadi tenaga didiknya. Kurang ekstrem apa coba kampus Muhammadiyah diminta buka jurusan Kristen?” ujar Rustam berkelakar. Baginya, ungkapan itu adalah sebuah apresiasi dan menegaskan kepercayaan publik pada lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Unimuda memiliki beasiswa pendidikan internasional kepada putra dan putri Papua Nugini. Menurut Rustam, beasiswa ini menjadi ruang dialog bagi mahasiswa-mahasiswi asal Papua Nugini. Beberapa di antara mereka awalnya memiliki kecurigaan dan stigma yang negatif terhadap Indonesia. Namun setelah mengenyam pendidikan di Unimuda, mereka justru menemukan realitas yang berbeda.

“Ternyata pelayanan yang baik bisa menyentuh hati dan mengubah pandangan seseorang,” ujarnya.



[ad_2]

Sumber Berita islami.co

#Menyinari #Timur #dengan #Pancaran #Sang #Surya #Sebuah #Kisah #Kecil #Moderasi #Beragama

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved