Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap Ramadan dalam menghadirkan pribadi yang luhur dan utama. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan empat nilai penting dalam ibadah puasa Ramadan. Jika nilai-nilai spiritual itu dapat diraih, maka akan muncul pribadi yang luhur dan utama.Hal ini disampaikan Haedar Nashir menyambut bulan suci Ramadan 1444 H. Muhammadiyah sendiri telah menetapkan awal Ramadan tahun ini jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023.
“Puasa merupakan proses pembentukan ketakwaan yang secara ideal melahirkan spiritualitas utama dan luhur. Puasa tidak boleh hanya menjadi ibadah rutinas tahunan, tetapi mesti ada signifikansi peningkatan kualitas diri setiap umat Islam,” kata Haedar Nashir dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/3/2023).
Baca juga: Ini Penetapan 1 Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah 1444 H /2023 M Menurut Muhammadiyah
Setidaknya terpda empat poin penting terkait nilai-nilai spiritualitas ibadah puasa. Pertama, puasa adalah momentum untuk semakin dekat dengan Allah. Sebagai bagian dari ibadah mahdlah, puasa merupakan aktivitas yang hanya boleh dilakukan karena Allah. Tunduk dan patuh kepada Allah dengan menjalankan ibadah puasa merupakan satu langkah untuk menjadi insan yang baik. Insan yang tidak mungkin tergoda melakukan perkara-perkara yang dilarang agama seperti risywah, namimah, dan madzmumah.
“Orang yang dekat dengan Allah, ia tidak akan menyimpang, tidak akan korupsi, ia tidak akan menyeleweng dan melakukan hal-hal buruk lainnya, meski ia memiliki peluang (berbuat buruk). Dengan puasa akan terjadi gerakan spiritualitas tertinggi, di mana setiap muslim akan terjaga hidupnya,” kata Profesor Ilmu Sosiologi ini.
Kedua, puasa merupakan momentum membiasakan akhlak mulia. Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Puasa merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak yang mulia. Orang yang berpuasa secara sungguh-sungguh, seluruh jiwanya akan tunduk dengan penuh kepasrahan kepada Allah.
Baca juga: Sidang Isbat Awal Ramadan Digelar 22 Maret 2023, Ini Daftar Lengkap 123 Lokasi Rukyatul Hilal
Mereka akan senantiasa menyebarkan pesan-pesan kebaikan disertai dengan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.
“Puasa dijadikan sarana untuk menundukkan diri agar kita tidak menjadi orang-orang yang berlebihan, karena puasa mengajarkan kita untuk belajar untuk tidak berlebihan. Sikap hidup mewah bertentangan dengan kebiasaan dan kebaikan puasa maupun ajaran agama secara keseluruhan,” ucap Haedar.
Ketiga, puasa momentum menjaga persatuan dan persaudaraan. Orang yang berpuasa pandai mengendalikan diri, terutama dari emosi amarah dan kebencian. Segala bentuk pertengkaran dan permusuhan akan dijauhi. Sekalipun terdapat perbedaan paham yang begitu hebat, orang yang berpuasa akan senantiasa cinta damai dan persaudaraan.
“Puasa mengajarkan hidup damai, rukun, dan diajarkan untuk hidup bersatu dan bersaudara. Puasa harus melahirkan gerakan sosial kebangsaan yang membuat kita kaum muslim sebagai kekuatan perekat bangsa, dan pembawa perdamaian yang mencegah konflik,” kata penulis buku Dinamika Politik Muhammadiyah (2001) ini.
Keempat, puasa momentum untuk hidup penuh toleran. Perbedaan penentuan tanggal untuk hari-hari besar umat Islam, misalnya, tidak perlu menjadi bahan olok-olokan.
“Puasa seharusnya menjadikan diri kita insan yang tasamuh, toleran, membawa pada ukhuwah. Dengan toleran, kita hidup saling menghormati. Maka, para ilmuwan, ulama, mubaligh, dan semuanya, ketika menemui perbedaan, kita harusnya semakin dewasa dan tasamuh,” katanya.
Haedar berharap dengan hadirnya Ramadan akan melahirkan pribadi-pribadi yang luhur dan utama, yaitu menjadi orang yang semakin dekat dengan Allah, terbiasa melakukan perilaku akhlak mulia, senantiasa menjaga persatuan dan persaudaraan, dan membangun kehidupan yang penuh toleran di antara perbedaan.
(abd)
#Ketum #Muhammadiyah #Ungkap #Nilai #Spiritualitas #dalam #Puasa #Salah #Satunya #Hidup #Toleran