Perempuan di Minang merupakan sosok yang ditinggikan dan menjadi “Limpapeh Rumah Nan Gadang”. Memiliki makna bahwa perempuan sebagai tumpuan atau penyangga dalam benteng rumah gadang. Sebab, tentunya jika tiang penyangga tidak kokoh, rumah gadang akan langsung roboh. Peran sentral yang bundo kanduang miliki di Minangkabau, membuat kaum perempuan memiliki akses yang luas dalam mengambil berbagai keputusan.
Perempuan di Minangkabau digambarkan sosok bijaksana. Kebijaksanaan adalah menjadi asas utama kepemimpinan di tengah masyarakat. Perempuan Minangkabau memiliki hak penuh di rumah gadang, wewenang untuk memimpin dan membina, serta untuk memelihara ketenteraman hidup berumah tangga dipegang oleh mamak rumah.
Bahkan perempuan Minang mendapatkan warisan tertinggi dari keluarganya maupun dari kaumnya. Suku Minangkabau memberi perempuan peran dan posisi penting. Posisi Perempuan benar-benar luar biasa dalam tatanan ranah domestik maupun ranah publik.
Pewarisan harta atau dalam bahasa Minangkabau disebut harato pusako yaitu keluarga yang diwariskan dari ibu ke anak perempuan. Dengan demikian, perempuan di Minang menerima warisan tertinggi, seperti beras, ladang atau perhiasan. Dalam Islam, ahli waris mencakup tiga alasan hubungan; perkawinan, kekerabatan, dan hubungan saudara.
Sedangkan menurut adat Minangkabau, ahli waris ada yang berasal dari tiga alasan kekerabatan dan ada juga yang berasal dari hubungan garis keturunan perempuan seperti nenek, ibu, anak perempuan, cucu perempuan, dan lain-lain, sehingga apabila istri meninggal dunia, suami hanya menerima harta istri. Karena harta tersebut untuk keturunan perempuan Minangkabau, tujuannya adalah untuk melindungi dan memakmurkan keberadaan perempuan Minangkabau.
Pewarisan harta kepada anak perempuan di Minangkabau dalam perspektif kedudukan terhadap perempuan mengandung makna bahwa hak waris anak perempuan di Minangkabau telah mendapat perlindungan secara adat, karena di samping berhak memperoleh harta warisan dari orang tuanya, juga mendapatkan hak terhadap harta pusaka tinggi. Hak atas harta pusaka tinggi ini karena perempuan di Minangkabau merupakan sosok yang sangat dihormati dan garis keturunan mengikuti garis ibu.
Dalam adat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, semua harta dibagi secara tidak langsung kepada anak perempuan, dan jika suatu keluarga memiliki banyak anak perempuan, maka harta warisan dibagi rata. Jika suatu keluarga tidak memiliki anak perempuan, maka garis dalam keluarga tersebut terputus karena tidak ada yang mewarisi.
Pewarisan harta pusaka tinggi kepada anak perempuan di Minangkabau hukumnya boleh dilakukan, karena tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam. Pemberian warisan kepada perempuan tersebut sangat sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman saat ini, karena perempuan juga ikut berperan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Selanjutnya, pewarisan suksesi tinggi di Minangkabau tidak diatur dalam fikih mawarist (pembagian warisan). Fikih mawarist hanya mengatur pembagian harta warisan menurut ketentuan ilmu faraidh. Sistem pewarisan pewarisan tinggi tidak bertentangan dengan hukum syara’ karena masalah harta benda menyangkut hak hamba (muamalah), maka menurut kaidah ushul fikih, hukum asal muasal kasus muamalah diperbolehkan selama tidak ada argumen yang menentangnya. Karena pusaka tinggi tidak ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadits, maka pusaka tinggi kepada anak perempuan di Minangkabau diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan syara’.
Pengertian sistem pewarisan dalam Islam dan sistem pewarisan dalam adat Minangkabau sering disalahpahami. Yang perlu kita pahami sistem pewarisan adat Minangkabau tetap mengacu dan tidak melanggar hukum Islam. Menimbang bahwa sistem pewarisan harta menurut adat Minangkabau tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Mengenalkan mengenai konsep-konsep budaya Minangkabau ini tentu saja sangat memotivasi dan membantu masyarakat dalam membentuk kepribadiannya dan menentukan sikap ke depan dalam rangka mempertahankan budaya dari pengaruh budaya asing yang begitu kuat masuk dan mempengaruhi perilaku masyarakat sehingga cenderung tidak lagi berpijak ke budaya setempat bahkan akan bisa menyebabkan hilangnya identitas diri.
Bagi kaum perempuan, dengan memahami peran dan kedudukannya dalam adat Minangkabau itu secara mendalam tentu saja lebih memotivasi dirinya dan memberikan inspirasi untuk menjalankan peranannya sebagai perempuan Minang. Dengan harapan, ketika seorang perempuan Minang meningkatkan kompetensi dirinya ia tetap berpijak pada konsep adat Minangkabau yang menjadikan ia nantinya mampu berperan.