BagyaNews.com – Mengapa kita masih harus berdoa? Bukankah qadha dan qadar pasti tetap saja akan terwujud? Kita beriman pada takdir Allah. Dan segala sesuatu telah ditakdirkan.
Dalam pikiran banyak orang sering muncul sebuah pertanyaan, apa gunanya berdoa jika memang segala sesuatu itu telah ada dalam Qadha dan Qadar Allah Swt? Bukankah qadha dan qadar tersebut tetap saja akan terwujud sebagai kenyataan baik seseorang itu berdoa atau tidak?? Mengapa kita masih harus berdoa?
Imam al-Ghazali memberikan jawab yang sangat baik untuk menjawab pertanyaan tersebut, beliau dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin menjelaskan:
“Perlu kita pahami, termasuk bagian dari pada Qadha Allah Swt bahwasannya doa itu juga merupakan sarana pencegahan musibah. Doa itu juga salah satu faktor yang menentukan terhindarnya hal buruk yang tidak kita inginkan serta terwujudnya rahmat pada seseorang. Tak ubahnya seperti perisai yang merupakan faktor penghalang terkena anak panah. Atau air yang menjadi faktor tumbuhnya tanaman.
Baca Juga: 2 Macam Takdir dalam Islam, Takdir Mubram dan Takdir Mu’allaq
Al-Quran telah menjelaskan keseimbangan antara usaha dan doa, bahwa keduanya sama-sama dapat menjadi faktor terhindarnya musibah dan terwujudnya rahmat, Allah swt berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ خُذُواْ حِذۡرَكُمۡ فَٱنفِرُواْ ثُبَاتٍ أَوِ ٱنفِرُواْ جَمِيعٗا
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!”
Artinya doa dan usaha adalah dua hal yang sama-sama diperintahkan untuk dikerjakan. Kita tidak diajarkan misalnya setelah menabur benih di tanah, lau tidak menyiramnya lagi, kemudian berkata, “jika memang qadha Allah tanaman ini tumbuh, maka pasti ia tumbuh. Jika memang qadha Allah menentukan ia tidak tumbuh, maka ia tidak akan tumbuh”.
Baca Juga: 3 Cara Mengubah Takdir Buruk Menjadi Baik Sesuai Ajaran Nabi
Qadha merupakan korelasi positif antara sebab dan akibat. Sesuatu yang ditakdirkan sebagai kebaikan, maka ia ditakdirkan dengan suatu sebab. Begitu juga sebaliknya, sesuatu yang ditakdirkan berupa keburukan, maka ia juga ditakdirkan karena suatu sebab. Sungguh tidak akan muncul kontradiksi antar qadha & qadar dengan usaha & doa dalam pikiran mereka yang sanggup berpikir dengan baik”.
Berdasarkan penjelasan al-Ghazali di atas, bagian penting yang perlu kita pahami adalah tidak perlu dipertentangkan antara doa dengan qadha dan qadar. Doa posisinya merupakan sebaga salah satu faktor atau sebab dari berbagai sebab yang menentukan keberkahan sebuah urusan dan tercapainya suatu harapan atau tertolaknya marabahaya.
Baca Juga: Jika Pertolongan Allah Belum Datang, Bagaimana Menyikapinya?
Doa itu tak ubahnya seperti obat. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan obatnya karena berkeyakinan bahwa penyakitnya tetap akan sembuh jika memang Allah mentakdirkan demikian.
Sama halnya umat islam tidak boleh malas berdoa karena telah lebih dulu berkeyakinan segalanya telah ditakdirkan oleh Allah Swt. Muslim sejati adalah mereka yang melakukan yang terbaik dalam sebab (berusaha dan berdoa), setelah itu baru menyerahkan hasilnya kepada Allah swt.
Baca Juga: Shalat karena Allah, Bukan karena Meminta Rezeki
Baca Juga: Inilah Kisah yang Akan Membuat Kalian Bersemangat Saat Sakit
Itulah penjelasan dan jawaban mengapa kita masih harus berdoa, meskipun kita tahu bahwa segala keputusan akhir ada di tangan Allah SWT.